Ilustrasi Kekuasaan Mutlak Allah ALLAH

Memahami Surah At-Taubah Ayat 116: Kekuasaan Mutlak Allah

Al-Qur'an adalah sumber pedoman utama bagi umat Islam, dan di dalamnya terdapat ayat-ayat yang berfungsi sebagai pengingat, peringatan, dan peneguh keyakinan. Salah satu ayat yang sangat mendalam maknanya mengenai keesaan dan kekuasaan Allah SWT adalah Surah At-Taubah (Surah ke-9) ayat ke-116. Ayat ini secara tegas menyatakan batasan kekuasaan makhluk dan menegaskan bahwa segala sesuatu di alam semesta berada dalam genggaman dan pengetahuan-Nya semata.

Teks dan Terjemahan Surah Taubah Ayat 116

إِنَّ ٱللَّهَ لَهُۥ مُلْكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ وَإِلَى ٱللَّهِ تُرْجَعُ ٱلْأُمُورُ

"Sesungguhnya milik Allah jualah kerajaan langit dan bumi, dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan."

Penjabaran Makna Ayat

Ayat 116 dari Surah At-Taubah ini mengandung dua pilar utama ajaran tauhid yang fundamental: kepemilikan mutlak dan pengembalian segala urusan. Kata kunci yang pertama adalah "مُلْكُ" (mulk) yang berarti kerajaan atau kepemilikan. Ayat ini menegaskan bahwa penguasa absolut, pemilik sah atas seluruh eksistensi—mulai dari bintang terjauh di langit hingga butiran debu di bumi—hanyalah Allah SWT.

Pernyataan ini sangat kuat. Ketika seorang Muslim merenungkan ayat ini, ia akan menyadari bahwa segala sesuatu yang tampak kuat di dunia, seperti kerajaan fana, kekayaan materi, atau kekuatan militer, sejatinya hanyalah titipan atau izin sementara dari Pemilik sejati. Pemahaman ini menumbuhkan sikap rendah hati dan ketergantungan total (tawakkul) kepada Sang Pencipta. Tidak ada raja, presiden, atau penguasa di dunia ini yang memiliki kekuasaan tanpa izin-Nya. Mereka semua adalah khalifah atau pengelola sementara di bumi.

Pengembalian Segala Urusan

Pilar kedua dari ayat ini adalah "وَإِلَى ٱللَّهِ تُرْجَعُ ٱلْأُمُورُ" (dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan). Ini merujuk pada hari pembalasan dan pertanggungjawaban akhir. Tidak hanya kepemilikan duniawi yang berada di tangan-Nya, tetapi juga penentuan hasil akhir dari setiap usaha, rencana, dan perjalanan hidup.

Dalam konteks kehidupan sehari-hari, ayat ini memberikan ketenangan luar biasa. Ketika kita menghadapi kesulitan, ketidakadilan, atau ketika rencana kita gagal, kita diingatkan bahwa hasil akhir tidak sepenuhnya berada di tangan kita, melainkan berada pada kebijaksanaan Allah. Ini mendorong seorang mukmin untuk melakukan ikhtiar terbaik, namun setelah itu, menyerahkan hasilnya sepenuhnya kepada Allah, karena Dia adalah Hakim yang Maha Adil yang akan mengembalikan segala perkara kepada tempatnya yang semestinya.

Implikasi Teologis dan Praktis

Implikasi teologis dari Surah Taubah ayat 116 sangat jelas: ia menolak segala bentuk kesyirikan dan penentuan nasib oleh selain Allah. Barangsiapa menyembah atau bersandar pada selain-Nya dalam urusan krusial, ia telah menyekutukan Allah, padahal Dialah Pemilik Tunggal.

Secara praktis, ayat ini mengajarkan tiga hal penting:

  1. Ketergantungan Total (Tawakkul): Menguatkan keyakinan bahwa tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah.
  2. Keteguhan Hati: Ketika menghadapi kesulitan hidup, seorang Muslim seharusnya tidak putus asa karena ia tahu bahwa kekuasaan tertinggi ada pada Allah yang Maha Kuasa.
  3. Kejujuran Bertindak: Karena semua akan dikembalikan kepada-Nya, seorang Muslim terdorong untuk selalu bertindak lurus, adil, dan sesuai dengan syariat-Nya dalam mengelola amanah duniawi.

Renungan mendalam terhadap Surah At-Taubah ayat 116 ini membebaskan jiwa dari belenggu kekhawatiran berlebihan terhadap ciptaan-Nya, dan mengarahkannya untuk selalu mencari keridhaan Sang Pencipta, Raja di atas segala raja, yang kekuasaannya meliputi langit dan bumi tanpa batas. Ini adalah inti dari kebebasan spiritual seorang Muslim.