Memahami Posisi dan Rujukan Surah At Taurat dalam Kosmologi Islam
Dalam khazanah keilmuan Islam, pengakuan terhadap kitab-kitab suci yang diturunkan Allah sebelum Al-Qur'an merupakan salah satu pilar keimanan. Salah satu kitab yang paling sering disebut, terutama dalam konteks perbandingan teks dan sejarah kenabian, adalah Taurat. Namun, penting untuk dicatat bahwa ketika umat Islam membicarakan "surah At Taurat," ini sering kali merujuk pada konsep Taurat secara keseluruhan sebagai wahyu yang diwahyukan kepada Nabi Musa a.s., bukan dalam format "surah" sebagaimana Al-Qur'an tersusun. Konsistensi terminologi ini membantu membedakan antara wahyu asli dan interpretasi atau perubahannya di kemudian hari.
Apa Itu At Taurat dan Kedudukannya?
Secara etimologis, Taurat (dalam bahasa Arab: at-Tawrāt) berasal dari akar kata yang berarti mengajar atau menetapkan hukum. Dalam tradisi Islam, Taurat adalah kitab suci pertama yang diwahyukan secara eksplisit oleh Allah SWT kepada Nabi Musa bin Imran (Musa a.s.) sebagai pedoman hidup bagi Bani Israil. Keberadaan Taurat adalah bukti universalitas risalah kenabian. Ia membawa ajaran dasar tauhid (mengesakan Allah), etika, dan hukum-hukum yang mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan ritual saat itu.
Al-Qur'an sendiri berkali-kali menyebut Taurat, mengonfirmasi kebenarannya sebagai firman Allah pada masanya. Misalnya, dalam banyak ayat, disebutkan bahwa Al-Qur'an membenarkan kitab-kitab sebelumnya. Pengakuan ini adalah bagian integral dari akidah Islam. Ketika kita merujuk pada "surah At Taurat," secara kontekstual sering kali ini digunakan untuk merujuk pada bagian-bagian hukum atau inti ajaran yang terkandung dalam Taurat yang asli, sebelum terjadi perubahan atau penafsiran oleh para pengikutnya di masa selanjutnya.
Hubungan Taurat dengan Wahyu Lain
Taurat mendahului Zabur (kitab Nabi Daud a.s.) dan Injil (kitab Nabi Isa a.s.). Ketiga kitab ini bersama-sama membentuk rangkaian kenabian yang klimaksnya adalah Al-Qur'an. Kepercayaan terhadap Taurat menegaskan kesinambungan pesan Ilahi. Meskipun Taurat berfungsi sebagai konstitusi bagi umat Musa, isinya tentu saja selaras dengan prinsip-prinsip dasar Islam, yaitu ketaatan mutlak kepada Allah.
Perbedaan utama yang disoroti oleh Islam adalah bahwa Taurat, dalam wujudnya yang sekarang dikenal oleh banyak kalangan, diyakini telah mengalami perubahan signifikan (tahrif) dari teks aslinya. Perubahan ini, baik berupa penambahan, pengurangan, maupun perubahan makna, menyebabkan umat Islam harus kembali merujuk kepada Al-Qur'an sebagai al-furqan (pembeda) dan penjaga kebenaran wahyu-wahyu terdahulu. Namun, pengakuan terhadap Taurat sebagai wahyu awal tetap menjadi doktrin pokok.
Ajaran Moral yang Terkandung dalam Taurat
Meskipun teks utuh Taurat tidak dibaca sebagai bagian dari ibadah harian Muslim (yang berpusat pada Al-Qur'an), prinsip-prinsip moral dasarnya tetap diakui relevansinya. Sepuluh Perintah Tuhan (The Ten Commandments), yang merupakan inti dari hukum Taurat, mencakup larangan pembunuhan, pencurian, perzinaan, serta perintah untuk menghormati orang tua dan menjaga hari Sabat. Prinsip-prinsip etika ini sejalan dengan ajaran Al-Qur'an mengenai keadilan (al-'adl) dan kebajikan (al-ihsan).
Memahami konteks Taurat membantu seorang Muslim melihat panorama kenabian secara utuh. Ini bukan sekadar teks sejarah, melainkan bagian dari peta jalan spiritual yang Allah siapkan bagi umat manusia. Fokus pada interpretasi dan pemahaman tentang Taurat dalam literatur Islam sering kali berpusat pada bagaimana ajaran tersebut dipahami oleh Nabi Musa dan bagaimana kemudian ajaran tersebut dikodifikasi atau diinterpretasikan ulang oleh para pengikutnya, sebelum datangnya pemurnian akhir melalui Al-Qur'an.
Menghormati Kitab Samawi Terdahulu
Bagi seorang Muslim, menghormati Taurat, Zabur, dan Injil berarti mengakui bahwa mereka adalah Al-Kutub (Kitab-kitab) yang diturunkan Allah. Meskipun Al-Qur'an adalah penutup dan pemelihara kitab-kitab sebelumnya, penghinaan terhadap salah satu kitab tersebut dikategorikan sebagai kekufuran. Oleh karena itu, ketika mempelajari rujukan seperti "surah At Taurat," kita melakukan kajian historis-teologis untuk memahami jejak-jejak kenabian, sambil tetap menjadikan Al-Qur'an sebagai panduan utama dalam kehidupan sehari-hari.
Integrasi pemahaman mengenai Taurat ini memperkaya perspektif keimanan, menunjukkan bahwa pesan tauhid adalah pesan abadi yang disampaikan melalui serangkaian nabi yang berbeda, masing-masing dengan syariat (hukum praktis) yang disesuaikan dengan kondisi zaman mereka, hingga sampai pada kesempurnaan syariat dalam Islam.