Surah At-Taubah, yang juga dikenal sebagai Bara'ah (Pernyataan Bebas), merupakan salah satu bab terpanjang dalam Al-Qur'an. Ayat-ayatnya seringkali berbicara tentang ketegasan, janji, dan pemisahan antara hak dan batil, terutama dalam konteks peperangan dan hubungan sosial. Salah satu ayat yang sangat mendalam maknanya dalam konteks ini adalah Surah At-Taubah ayat 22.
لَّا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍ مِّنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Laa tajidu qawman yu'minoona billaahi wal yawmil aakhiri yawaadduuna man haaddallaaha wa Rasoolahu walaw kaanoo aabaaa'ahum aw abnaaa'ahum aw ikhwaanahum aw 'asheeratahum. Ulaa'ika kataba fee quloobihimul eemaana wa ayyadahum biroohim minhu wa yudkhiluhum jannaatin tajree min tahtihal anhaaru khaalideena feehaa. Radhiyallahu 'anhum wa radhoo 'anhu. Ulaa'ika hizbullaah. Alaa inna hizballaahi humul muflihoon.
Engkau tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu adalah bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara, ataupun kaum kerabat mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah tertulis keimanan di dalam hati mereka, dan Allah menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan Allah memasukkan mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha terhadap-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah orang-orang yang beruntung.
Ayat 22 dari Surah At-Taubah ini menyajikan sebuah prinsip fundamental dalam Islam mengenai prioritas loyalitas (al-wala' wal bara'). Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa keimanan sejati kepada Allah dan Hari Akhir tidak dapat dikompromikan dengan menjalin hubungan kasih sayang yang erat (muwaddah) kepada mereka yang secara aktif memusuhi Allah dan Rasul-Nya. Ini bukan sekadar ajaran tentang toleransi pasif, melainkan penegasan terhadap batas-batas ideologis yang jelas.
Inti dari ayat ini adalah ujian iman yang paling berat: menghadapi pilihan antara ikatan darah atau kekerabatan dengan teguh pada prinsip tauhid. Allah menjelaskan bahwa orang yang benar-benar beriman akan memprioritaskan kecintaan dan kesetiaan kepada Pencipta di atas segalanya, bahkan jika itu berarti harus berjarak dengan orang-orang terdekat yang memilih jalan permusuhan terhadap kebenaran.
Keistimewaan bagi mereka yang lulus ujian loyalitas ini sangat besar. Allah memberikan penghargaan yang tidak bisa dibeli dengan harta duniawi. Frasa "Ulaa'ika kataba fee quloobihimul eemaan" (Mereka itulah orang-orang yang telah tertulis keimanan di dalam hati mereka) menunjukkan bahwa keimanan ini bukan sekadar pengakuan lisan, melainkan sebuah penanaman ilahi yang mendalam. Keimanan itu tertanam kokoh, memberikannya keteguhan moral yang luar biasa.
Selain ditanamkan di hati, Allah juga memberikan dukungan spiritual: "wa ayyadahum biroohim minhu" (dan Allah menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya). Ini menegaskan bahwa keberanian untuk berbeda pandangan dari kerabat demi mempertahankan akidah adalah tindakan yang memerlukan bantuan ilahi, yang kemudian dibalas dengan janji surgawi.
Ganjaran yang ditawarkan sungguh tak terhingga. Mereka dijanjikan Surga yang dialiri sungai-sungai, tempat keabadian mereka. Namun, puncak dari kenikmatan tersebut adalah keridhaan Allah: "Radhiyallahu 'anhum wa radhuu 'anhu" (Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha terhadap-Nya). Keridhaan timbal balik ini adalah tujuan tertinggi setiap Muslim, melampaui kenikmatan duniawi mana pun.
Ayat ini diakhiri dengan penegasan status mereka: "Ulaa'ika hizbullah" (Mereka itulah golongan Allah). Menjadi bagian dari Hizbullah—kelompok Allah—adalah kehormatan tertinggi. Ayat ditutup dengan penutup yang tegas: "Alaa inna hizballaahi humul muflihoon" (Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah orang-orang yang beruntung). Keberuntungan di sini merujuk pada kemenangan abadi, bukan sekadar keuntungan sesaat di dunia.
Dalam konteks modern, tantangan ini mungkin tidak selalu berbentuk peperangan fisik. Tantangan bisa berupa tekanan sosial untuk menerima norma-norma yang bertentangan dengan syariat, gaya hidup hedonistik, atau tekanan politik yang menuntut kompromi prinsip. Surah At-Taubah ayat 22 mengingatkan umat Islam bahwa di tengah arus globalisasi dan tekanan budaya, loyalitas utama harus tetap pada nilai-nilai yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Keberanian untuk menegakkan prinsip ini, meskipun menimbulkan friksi sosial atau keluarga, adalah bukti nyata kemurnian iman dan jalan menuju keberuntungan yang hakiki.