Surah At-Taubah, atau Surat Bara’ah, adalah surat yang kaya akan pelajaran tentang keimanan, strategi perang, dan pentingnya kejujuran dalam bermuamalah dengan Allah SWT dan sesama manusia. Salah satu ayat yang sering menjadi landasan penting dalam etika sosial dan spiritual Muslim adalah ayat ke-119.
Ayat ini menekankan pada sifat utama yang harus dimiliki oleh orang-orang yang beriman, yaitu taqwa dan kejujuran total.
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan **berkumpullah bersama orang-orang yang jujur**." (QS. At-Taubah [9]: 119)
Ayat ini diawali dengan panggilan yang mulia: "Wahai orang-orang yang beriman!". Panggilan ini menunjukkan bahwa perintah yang akan disampaikan relevan secara langsung bagi mereka yang telah menyatakan keimanan dan telah teruji dalam berbagai ujian. Perintah pertama adalah "Bertakwalah kepada Allah" (Ittaqullah).
Taqwa adalah fondasi dari segala kebaikan. Ini bukan sekadar menjalankan ritual, melainkan kesadaran penuh akan kehadiran Allah SWT dalam setiap tindakan, ucapan, dan niat. Taqwa berarti menjaga diri dari murka Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dalam konteks At-Taubah, di mana tantangan berupa kemunafikan dan keraguan muncul, taqwa menjadi perisai utama.
Pesan yang paling kuat dan menjadi sorotan utama ayat ini adalah perintah kedua: "dan berkumpullah bersama orang-orang yang jujur" (Wakunū ma’a ash-shādiqīn).
Perintah ini memiliki implikasi sosial, spiritual, dan bahkan psikologis yang mendalam. Mengapa kejujuran (shidq) menjadi begitu ditekankan hingga diwajibkan untuk selalu bersama para pelakunya?
Lingkungan sosial sangat menentukan kualitas iman seseorang. Jika seseorang bergaul dengan orang-orang yang lisannya jujur namun hatinya dusta, atau perilakunya tidak konsisten, maka ia akan rentan terpengaruh oleh kebiasaan buruk tersebut. Sebaliknya, berada di tengah orang-orang yang jujur (Ash-Shadiqin) akan memberikan dorongan moral yang konstan. Mereka menjadi cermin yang mengingatkan kita untuk selalu konsisten antara perkataan dan perbuatan.
Ash-Shadiqin bukan hanya orang yang tidak pernah berbohong secara lisan. Dalam terminologi Islam, mereka adalah mereka yang:
Kejujuran inilah yang membedakan antara Muslim yang imannya kokoh dan yang imannya rapuh. Ketika menghadapi kesulitan atau godaan untuk mengambil jalan pintas, integritas orang-orang jujur menjadi penuntun.
Ayat ini tidak hanya memerintahkan untuk menjadi orang jujur, tetapi juga untuk bersama orang jujur. Ini adalah strategi preventif terhadap kemunafikan. Dalam konteks peperangan dan kehidupan pasca-Hijrah, persatuan Muslim sangat bergantung pada tingkat kepercayaan di antara mereka. Orang-orang munafik, yang seringkali menyebarkan keraguan dan berita bohong, adalah ancaman serius. Untuk melawan virus kebohongan dan keraguan ini, kaum mukminin diperintahkan untuk berpegangan erat pada komunitas yang memiliki integritas tertinggi.
Dengan demikian, Surah At-Taubah ayat 119 menjadi sebuah manual praktis: Mulailah dari diri sendiri dengan meningkatkan taqwa, kemudian perkuat barisan Anda dengan memilih lingkungan pergaulan yang memiliki fondasi kejujuran dan integritas yang tak tergoyahkan. Ini adalah kunci utama untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, karena kejujuran adalah salah satu sifat utama para Nabi dan Rasul.
Perlu dicatat bahwa perintah untuk "bersama" (كونوا) menunjukkan perlunya persahabatan yang erat, bukan sekadar berada di dekat secara fisik. Persahabatan sejati akan menarik seseorang pada kebaikan dan menjauhkannya dari kemaksiatan.