Sebuah hati yang menyatu dengan tanda centang, melambangkan ketulusan dan penerimaan.
Dalam lautan ayat-ayat suci Al-Qur'an, terdapat banyak mutiara hikmah yang memandu umat manusia menuju jalan kebaikan dan pemahaman yang lebih dalam. Salah satu ayat yang sarat makna dan sering menjadi renungan adalah Surah Al-Anfal ayat 63. Ayat ini, meskipun singkat, mengandung pesan yang sangat fundamental mengenai pentingnya penyatuan hati dan tujuan dalam sebuah komunitas, terutama dalam konteks menjaga persatuan dan menghadapi perbedaan.
Dan kalau kamu membelanjakan semua kekayaan yang ada di bumi, niscaya kamu tidak akan dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah-lah yang mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ayat ini turun dalam konteks peperangan Badar, ketika kaum Muslimin menghadapi musuh yang jumlahnya lebih banyak. Namun, inti pesan ayat ini jauh melampaui sekadar situasi pertempuran. Allah SWT menegaskan sebuah kebenaran universal: bahwa upaya materiil semata, sebesar apapun itu, tidak akan mampu menyatukan hati manusia jika tidak ada campur tangan ilahi.
Dalam ayat tersebut, kata "memperat-erat" (أَلَّفَ - allafa) menggambarkan penyatuan yang mendalam, bukan sekadar kesepakatan di permukaan. Menyatukan hati berarti menyatukan niat, tujuan, rasa kasih sayang, dan keharmonisan batin. Ini adalah sesuatu yang sifatnya spiritual dan tidak bisa dibeli atau dipaksakan dengan harta benda, bahkan jika itu adalah seluruh kekayaan di muka bumi. Kekayaan duniawi, betapapun melimpahnya, hanya mampu memberikan kemudahan fisik atau daya tarik luar, namun tidak mampu menyentuh inti kemanusiaan, yaitu hati dan relung jiwa.
Allah SWT secara tegas menyatakan bahwa hanya Dia-lah yang memiliki kuasa untuk mempersatukan hati manusia. Ini adalah penegasan akan kekuasaan absolut Allah sebagai pencipta. Dia Maha Perkasa (عَزِيۡزٌ - 'azizun), yang tidak ada yang dapat mengalahkan-Nya, dan Dia Maha Bijaksana (حَكِيۡمٌ - hakimun), yang setiap tindakan-Nya penuh dengan hikmah dan kebaikan. Allah yang mengatur hati manusia, membolak-baliknya sesuai dengan kehendak-Nya, dan Dia menggunakannya untuk tujuan-Nya yang agung.
Pesan dari Surah Al-Anfal ayat 63 memiliki relevansi yang sangat kuat dalam kehidupan modern. Dalam keluarga, persatuan hati antara suami istri dan anak-anak sangatlah penting. Dalam masyarakat, persatuan antar warga negara, lintas suku, agama, dan latar belakang, adalah fondasi bagi kemajuan dan kedamaian. Dalam organisasi atau bahkan negara, kesatuan visi dan misi, serta rasa kebersamaan, adalah kunci keberhasilan.
Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak terlalu mengandalkan cara-cara duniawi dalam membangun harmoni. Meskipun usaha untuk memperbaiki hubungan, dialog, dan saling pengertian itu penting, namun pada akhirnya, kesuksesan upaya tersebut sangat bergantung pada rahmat dan taufik dari Allah SWT. Oleh karena itu, doa agar hati disatukan, dijaga dari perpecahan, dan dipenuhi rasa kasih sayang, menjadi sangat krusial.
Ketika kita melihat ada konflik atau perpecahan, baik dalam skala kecil maupun besar, ayat ini mengajarkan kita untuk tidak hanya mencari solusi dari sisi materi atau kebijakan semata. Kita perlu merenungkan apakah ada unsur spiritual yang terabaikan. Apakah doa-doa tulus telah dipanjatkan? Apakah ada upaya untuk mendekatkan diri kepada Sang Maha Pengatur Hati?
Bagaimana kita sebagai individu dapat berkontribusi dalam mewujudkan penyatuan hati ini? Pertama, dengan introspeksi diri. Tanyakan pada diri sendiri, apakah hati kita sendiri sudah bersatu dengan kebaikan dan tujuan yang benar? Kedua, dengan memperkuat hubungan vertikal kita kepada Allah melalui ibadah, zikir, dan doa. Ketiga, dengan memperkuat hubungan horizontal kita sesama manusia. Berusaha untuk berbuat baik, menjaga lisan, saling menghormati, memaafkan, dan berempati. Hal-hal inilah yang merupakan ikhtiar lahiriah yang dapat membuka pintu rahmat Allah untuk mempersatukan hati.
Surah Al-Anfal ayat 63 adalah pengingat yang lembut namun tegas. Bahwa kekuatan sejati untuk menyatukan hati bukanlah berasal dari kekayaan materi atau kekuatan duniawi, melainkan murni dari Sang Pencipta. Dengan memahami dan meresapi ayat ini, kita diajak untuk selalu memohon pertolongan-Nya, berusaha membangun keharmonisan dari hati ke hati, dan yakin bahwa Allah, dengan segala keperkasaan dan kebijaksanaan-Nya, akan mewujudkan persatuan yang hakiki.