Ilustrasi distribusi dan keseimbangan
"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Ayat ke-60 dari Surah At-Taubah ini merupakan landasan utama dalam ajaran Islam mengenai pembagian harta zakat. Ayat ini secara eksplisit menetapkan delapan kategori penerima (asnaf) yang berhak menerima dana zakat yang telah dikumpulkan oleh kaum Muslimin. Pemahaman mendalam terhadap ayat ini sangat krusial untuk memastikan bahwa harta yang disucikan ini didistribusikan dengan adil dan tepat sasaran, sesuai dengan kehendak syariat.
Allah SWT menegaskan bahwa zakat bukanlah sekadar sedekah sukarela biasa, melainkan sebuah kewajiban (fardhu 'ain bagi yang memenuhi syarat) yang memiliki mekanisme distribusi yang terstruktur. Tujuan utama dari penetapan ini adalah untuk menciptakan keseimbangan sosial ekonomi dalam masyarakat, membersihkan jiwa pembayar zakat dari sifat kikir, sekaligus mengangkat derajat mereka yang kurang beruntung.
Setiap kategori yang disebutkan dalam ayat ini memiliki hak yang berbeda dan penekanan khusus dalam kebutuhan mereka. Mari kita telaah satu per satu:
Ayat ini ditutup dengan penegasan bahwa penetapan ini adalah sebuah "ketetapan yang diwajibkan Allah" (farīḍatan min Allāh), dan bahwa Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Kalimat penutup ini menegaskan otoritas mutlak dari syariat zakat. Tidak ada ruang untuk menambah atau mengurangi delapan asnaf tersebut, karena kebijaksanaan di baliknya hanya diketahui secara sempurna oleh Sang Pencipta.
Kebijaksanaan Allah termanifestasi dalam keseimbangan sistemik yang diciptakan oleh zakat. Zakat mencegah penumpukan harta di kalangan orang kaya (sebagaimana ditekankan dalam ayat-ayat sebelumnya dalam surat yang sama), sekaligus menjamin bahwa setiap lapisan masyarakat mendapatkan haknya secara terstruktur. Ini bukan sekadar transfer dana; ini adalah mekanisme pengakuan sosial bahwa semua sumber daya pada akhirnya adalah milik Allah, dan manusia hanya ditugaskan sebagai pemegang amanah. Dengan memahami Surah At-Taubah ayat 60, seorang Muslim diajak untuk melihat zakat sebagai instrumen keadilan sosial yang sempurna, bukan sekadar ritual tahunan.