Di Indonesia, komunitas Tuli memiliki kekayaan bahasa isyarat yang digunakan sehari-hari. Namun, seringkali terjadi kebingungan antara dua sistem yang paling dikenal: BISINDO (Bahasa Isyarat Indonesia) dan SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia). Meskipun keduanya berfungsi sebagai alat komunikasi visual, keduanya memiliki latar belakang, struktur, dan pengguna utama yang berbeda secara signifikan.
BISINDO adalah bahasa isyarat alami yang berkembang secara organik di antara komunitas Tuli di Indonesia. Seperti bahasa lisan lainnya, BISINDO memiliki tata bahasa, kosakata, dan struktur gramatikalnya sendiri yang berbeda dengan Bahasa Indonesia lisan. BISINDO adalah bahasa ibu bagi banyak generasi Tuli dan mencerminkan identitas budaya mereka.
Berbeda dengan BISINDO, SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) adalah sistem isyarat yang terstruktur dan terstandardisasi. SIBI diciptakan oleh pihak luar (terutama akademisi dan pegiat pendidikan) dengan tujuan utama untuk memfasilitasi penggunaan Bahasa Indonesia secara tertulis ke dalam bentuk isyarat. SIBI lebih mirip dengan terjemahan visual langsung dari struktur sintaksis Bahasa Indonesia baku.
Fokus utama SIBI adalah pada keseragaman penggunaan di lingkungan formal dan pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah luar biasa yang menggunakan kurikulum nasional.
Perbedaan paling mendasar terletak pada asal-usul dan fleksibilitasnya. Bahasa isyarat alami seperti BISINDO berevolusi seiring waktu dan budaya, menjadikannya kaya akan nuansa ekspresif dan konteks lokal. Ketika seorang penutur BISINDO menyampaikan sebuah kalimat, ia menggunakan struktur yang paling efisien dalam ruang visual.
Sebaliknya, SIBI memerlukan pemikiran ganda: pertama menerjemahkan kalimat Bahasa Indonesia lisan ke dalam struktur isyarat baku, yang seringkali melibatkan penambahan morfem atau penanda gramatikal yang tidak ada dalam BISINDO. Hal ini membuat komunikasi menggunakan SIBI bisa menjadi lambat dan kurang intuitif dibandingkan BISINDO.
| Aspek | BISINDO | SIBI |
|---|---|---|
| Asal Usul | Alami, dari komunitas Tuli | Buatan/Distandarisasi |
| Struktur Tata Bahasa | Mandiri, sesuai visual | Mengikuti Bahasa Indonesia lisan (SPO) |
| Penggunaan Utama | Komunikasi sosial sehari-hari | Pendidikan formal, penerjemahan |
Bagi sebagian besar anggota komunitas Tuli, BISINDO adalah cara mereka berpikir dan berkomunikasi secara utuh. Menguasai BISINDO berarti menguasai bahasa ibu mereka. Sementara itu, SIBI sering kali dianggap sebagai "jembatan" atau alat bantu, yang sangat berguna dalam lingkungan pendidikan formal agar siswa Tuli dapat mengikuti pelajaran yang materinya berbasis teks Bahasa Indonesia.
Penting untuk dipahami bahwa kedua sistem ini dapat hidup berdampingan. Seorang anak Tuli mungkin belajar membaca Bahasa Indonesia melalui SIBI di sekolah, tetapi ketika berkumpul dengan teman-temannya di luar sekolah, ia akan beralih menggunakan BISINDO yang lebih ekspresif dan cepat. Dukungan terhadap BISINDO sangat penting untuk melestarikan bahasa dan identitas budaya Tuli di Indonesia, sementara SIBI melayani kebutuhan akan standardisasi dalam konteks tertentu.
Kesimpulannya, memahami perbedaan antara BISINDO dan SIBI adalah langkah awal penting dalam menghargai keragaman linguistik yang ada dalam komunitas Tuli Indonesia. BISINDO adalah bahasa hidup, sedangkan SIBI adalah representasi linguistik yang terstruktur berdasarkan bahasa mayoritas.