Ilustrasi: Dinamika Perubahan Harga Energi Global
Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan isu sensitif yang hampir selalu berdampak langsung pada perekonomian masyarakat dan stabilitas sosial di Indonesia. Keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi maupun non-subsidi sering kali menuai pro dan kontra. Namun, di balik keputusan tersebut, terdapat serangkaian faktor kompleks yang saling terkait dan memengaruhi harga di tingkat konsumen.
Faktor fundamental utama yang menentukan harga BBM adalah harga minyak mentah di pasar global, yang di Indonesia sering direpresentasikan oleh Indonesian Crude Price (ICP). Indonesia, meskipun merupakan produsen minyak, masih memiliki ketergantungan pada impor bahan bakar olahan atau minyak mentah tertentu untuk memenuhi kebutuhan domestik yang sangat besar. Ketika terjadi ketegangan geopolitik di Timur Tengah, konflik bersenjata, atau adanya pemangkasan produksi oleh kartel minyak seperti OPEC+, permintaan global melonjak sementara pasokan terbatas. Otomatis, harga ICP akan meroket, yang kemudian akan diteruskan ke harga jual BBM di dalam negeri.
Sebagian besar transaksi minyak mentah dan produk turunannya (seperti solar dan bensin) dilakukan dalam mata uang Dolar Amerika Serikat (USD). Apabila nilai tukar Rupiah melemah signifikan terhadap Dolar, maka biaya yang harus dikeluarkan oleh Pertamina (atau badan usaha lainnya) untuk mengimpor minyak mentah atau produk jadi akan menjadi lebih mahal dalam hitungan Rupiah. Pelemahan Rupiah ini menjadi beban tambahan yang signifikan, mendorong kenaikan harga jual domestik, bahkan jika harga minyak mentah global stabil.
Indonesia memiliki skema penyaluran BBM bersubsidi (seperti Solar Subsidi dan Pertalite) yang anggarannya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ketika harga minyak dunia naik secara signifikan dan melampaui ambang batas yang telah ditetapkan dalam APBN, beban subsidi akan membengkak. Jika beban subsidi ini dianggap terlalu besar dan mengancam kesehatan fiskal negara—karena dana yang seharusnya digunakan untuk sektor kesehatan atau pendidikan harus dialihkan ke subsidi BBM—pemerintah seringkali terpaksa melakukan penyesuaian harga BBM agar beban APBN lebih terkendali.
Harga BBM yang dibayar konsumen bukan hanya harga minyak mentah. Komponen penting lainnya adalah biaya operasional yang meliputi:
Kenaikan biaya operasional, misalnya karena kenaikan tarif tol atau biaya logistik tenaga kerja, juga dapat mendorong kenaikan harga jual akhir BBM non-subsidi.
Pemerintah juga dapat menyesuaikan harga jual BBM melalui perubahan komponen pajak atau pungutan lainnya. Misalnya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang diberlakukan di tingkat daerah dapat menjadi instrumen yang digunakan untuk mengatur konsumsi atau menambah penerimaan negara. Meskipun jarang menjadi pemicu utama kenaikan drastis, perubahan komponen pajak ini selalu menjadi faktor yang diperhitungkan dalam penetapan harga eceran.
Kenaikan BBM hampir selalu memicu efek domino (inflasi). Biaya transportasi barang menjadi lebih mahal, yang kemudian meningkatkan harga jual barang kebutuhan pokok di pasar. Oleh karena itu, transparansi mengenai faktor-faktor penentu harga ini penting agar masyarakat memahami bahwa kenaikan harga BBM seringkali merupakan respons terhadap dinamika ekonomi global, bukan semata-mata kebijakan domestik tanpa pertimbangan.