Proses audit merupakan rangkaian langkah sistematis yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai mengenai kewajaran laporan keuangan entitas. Setelah fase perencanaan dan penilaian risiko awal (sering disebut Pengauditan Tahap 1) selesai, auditor akan melangkah ke fase krusial berikutnya: **Pengauditan 2**, yang secara umum identik dengan fase pengujian substantif. Jika Tahap 1 berfokus pada pemahaman bisnis dan pengendalian internal, Tahap 2 adalah saat auditor benar-benar menggali ke dalam saldo akun dan transaksi.
Perbedaan utama antara pengauditan tahap pertama dan tahap kedua terletak pada fokus pengujian. Pada Tahap 1, auditor melakukan pengujian pengendalian (tests of controls) untuk menilai apakah sistem pengendalian internal klien berfungsi efektif. Jika pengendalian dianggap kuat, auditor dapat mengurangi lingkup pengujian substantif. Namun, Pengauditan 2 adalah tahap di mana auditor menguji secara langsung angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan bukti audit yang cukup dan tepat mengenai asersi manajemen terkait saldo akun, seperti keberadaan (existence), kelengkapan (completeness), valuasi (valuation), dan hak serta kewajiban (rights and obligations).
Pengujian substantif mencakup berbagai prosedur, mulai dari inspeksi dokumen fisik, konfirmasi eksternal, hingga prosedur analitis substantif. Auditor harus memastikan bahwa tidak ada salah saji material, baik yang disebabkan oleh kesalahan maupun kecurangan (fraud).
Implementasi Pengauditan 2 memerlukan ketelitian dan penggunaan teknik audit yang bervariasi. Berikut adalah beberapa prosedur inti yang umum dilakukan:
Di era digital, Pengauditan 2 semakin mengandalkan teknologi informasi. Teknik seperti Audit Data Analytics (ADA) memungkinkan auditor memproses data transaksi dalam volume besar secara efisien. ADA dapat digunakan untuk mengidentifikasi anomali, menguji populasi penuh alih-alih hanya sampel, dan memvisualisasikan tren data yang mungkin terlewatkan oleh pengujian manual. Penggunaan teknologi ini meningkatkan cakupan dan efektivitas pengujian substantif.
Pengauditan 2 adalah tahap penentu dalam keseluruhan proses audit. Keberhasilan tahap ini sangat bergantung pada kualitas bukti yang dikumpulkan di Tahap 1. Jika bukti substantif yang dikumpulkan memadai dan meyakinkan, auditor dapat menarik kesimpulan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua aspek material, yang kemudian mengarah pada penerbitan opini audit. Kegagalan dalam melakukan pengujian substantif yang memadai akan memaksa auditor untuk mengeluarkan opini yang dimodifikasi atau, dalam kasus ekstrem, menolak memberikan opini sama sekali. Oleh karena itu, profesionalisme, skeptisisme profesional, dan ketekunan sangat dibutuhkan dalam melaksanakan Pengauditan Tahap Kedua ini.