Konsep tentang 'manusia yang bermanfaat' seringkali disederhanakan menjadi pencapaian besar, kekayaan, atau jabatan tinggi. Namun, esensi sejati dari kebermanfaatan jauh lebih mendasar dan mudah dijangkau. Menjadi manusia yang bermanfaat berarti menjalani hidup dengan kesadaran bahwa setiap tindakan, sekecil apa pun, memiliki resonansi di dunia sekitarnya. Ini adalah tentang meninggalkan jejak positif, bukan sekadar meninggalkan warisan materi.
Inti dari kebermanfaatan terletak pada orientasi diri yang keluar, bukan terfokus pada diri sendiri. Ketika seseorang mengalihkan fokusnya dari apa yang bisa ia dapatkan menjadi apa yang bisa ia berikan—baik itu waktu, empati, pengetahuan, atau sekadar senyuman—maka ia telah menanam benih kemanfaatan. Hal ini membangun fondasi kehidupan yang memiliki makna yang mendalam, melampaui rutinitas harian yang seringkali terasa hampa.
Kebermanfaatan tidak selalu membutuhkan podium atau sorotan publik. Kontribusi paling signifikan sering terjadi dalam lingkaran terdekat kita. Sebagai contoh, menjadi pendengar yang baik bagi teman yang sedang menghadapi kesulitan adalah bentuk kemanfaatan yang tak ternilai. Mengajarkan keterampilan dasar kepada tetangga yang membutuhkan, atau memastikan bahwa lingkungan kerja kita menjadi lebih harmonis melalui sikap positif, semuanya adalah manifestasi nyata dari manusia yang peduli dan bermanfaat.
Kita sering melihat tokoh-tokoh besar yang mengubah dunia dengan penemuan atau gerakan mereka. Tentu saja, ini adalah bentuk kemanfaatan yang luar biasa. Namun, bayangkan jika setiap individu memilih untuk menerapkan prinsip kebaikan itu dalam skala mikro. Jika setiap orang memutuskan untuk menyelesaikan masalah kecil di depan mata mereka tanpa menunggu orang lain bertindak, akumulasi dari tindakan kecil tersebut akan menciptakan perubahan sosial yang masif. Ini adalah prinsip efek kupu-kupu kebaikan.
Untuk bisa menjadi bermanfaat, seseorang harus terlebih dahulu mengembangkan kapasitasnya. Ini berarti terus belajar, meningkatkan keterampilan, dan yang paling penting, mengembangkan kecerdasan emosional. Pengetahuan tanpa empati cenderung menjadi dingin dan terpisah, sementara empati tanpa kapasitas (pengetahuan atau sumber daya) mungkin hanya menghasilkan niat baik yang tidak terealisasi. Sinergi antara kemampuan dan niat tulus inilah yang melahirkan kemanfaatan sejati.
Proses pengembangan diri untuk kemanfaatan juga mencakup pengenalan terhadap keunikan diri. Setiap manusia diciptakan dengan serangkaian bakat dan pengalaman unik. Manusia yang paling bermanfaat adalah mereka yang mampu mengidentifikasi keahlian intinya dan menyalurkannya di tempat yang paling membutuhkannya. Mungkin Anda ahli dalam mengatur keuangan, maka Anda bisa membantu UMKM kecil. Mungkin Anda pandai bercerita, maka Anda bisa memberikan hiburan di panti jompo.
Manfaat yang kita berikan tidak hanya dirasakan oleh penerima, tetapi juga membentuk karakter pemberi. Penelitian psikologis menunjukkan bahwa tindakan altruistik memicu pelepasan endorfin, yang sering disebut sebagai 'helper's high' (sensasi bahagia karena membantu). Dengan demikian, menjadi manusia yang bermanfaat adalah investasi terbaik untuk kebahagiaan jangka panjang diri sendiri. Ini mengubah perspektif hidup dari mencari kepuasan instan menjadi mencari kepuasan abadi.
Pada akhirnya, warisan terbesar yang bisa ditinggalkan oleh manusia bukanlah monumen yang terbuat dari batu, melainkan inspirasi yang tertanam di hati orang lain. Ketika kita memilih jalur kemanfaatan, kita secara aktif berpartisipasi dalam peningkatan kualitas kolektif umat manusia. Ini adalah panggilan mulia yang tersedia bagi setiap orang, kapan pun, di mana pun, tanpa memandang status sosial atau kekayaan. Kebermanfaatan adalah mata uang universal yang membuat kehidupan ini layak dijalani dan dikenang.