Memahami JBI Bahasa Isyarat Indonesia

Komunikasi adalah hak fundamental bagi setiap manusia. Bagi komunitas Tuli di Indonesia, sarana komunikasi utama mereka adalah melalui bahasa isyarat. Salah satu sistem yang paling penting dan diakui secara resmi adalah **JBI Bahasa Isyarat** (Jembatan Bahasa Isyarat). JBI berfungsi sebagai upaya serius untuk menjembatani kesenjangan komunikasi antara penutur bahasa isyarat dan masyarakat umum yang menggunakan bahasa lisan.

Simbol Komunikasi JBI Gambar abstrak dua tangan bergerak, melambangkan dialog dan komunikasi melalui bahasa isyarat.

Representasi visual JBI Bahasa Isyarat: Komunikasi visual yang dinamis.

Apa Itu JBI Bahasa Isyarat?

JBI Bahasa Isyarat merupakan sebuah sistem yang dikembangkan oleh Indonesian Federation of the Deaf (IFD) sebagai alat bantu penerjemahan visual. Meskipun Indonesia secara historis menggunakan Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia) sebagai bahasa alami komunitas Tuli, JBI diciptakan dengan tujuan spesifik, yaitu untuk membantu dalam konteks formal seperti pendidikan, layanan publik, dan media massa. Ini memungkinkan informasi yang disampaikan dalam Bahasa Indonesia lisan dapat diakses secara visual.

Fungsi Utama JBI: JBI tidak dimaksudkan untuk menggantikan Bisindo, melainkan berfungsi sebagai jembatan linguistik. JBI mengadopsi struktur kalimat Bahasa Indonesia yang baku, namun menggunakan isyarat-isyarat yang sudah distandarisasi agar mudah dipelajari oleh penutur bahasa lisan.

Struktur dan Penggunaan JBI

Salah satu tantangan terbesar dalam komunikasi antara Tuli dan Dengar adalah perbedaan struktural bahasa. Bahasa Indonesia bersifat S-P-O-K (Subjek-Predikat-Objek-Keterangan), sementara bahasa isyarat alami seringkali memiliki urutan yang berbeda. JBI mengatasi hal ini dengan memaksakan struktur Bahasa Indonesia ke dalam isyarat. Sebagai contoh, ketika menerjemahkan kalimat "Saya makan nasi di dapur," JBI akan menggunakan isyarat yang sesuai dengan urutan kata tersebut, berbeda dengan Bisindo yang mungkin menempatkan "makan" lebih awal atau akhir tergantung konteks visual yang dominan.

Penggunaan JBI sangat kentara dalam acara-acara resmi kenegaraan, siaran berita di televisi nasional, dan dalam materi edukasi yang membutuhkan konsistensi terminologi. Dengan adanya standarisasi ini, diharapkan interpretasi menjadi lebih seragam di seluruh wilayah Indonesia, meskipun perlu diingat bahwa dalam interaksi sehari-hari, Bisindo tetap menjadi bahasa pilihan utama komunitas Tuli.

Pentingnya Bahasa Isyarat dalam Inklusi

Pengakuan dan pengembangan sistem komunikasi seperti **JBI Bahasa Isyarat** adalah langkah krusial menuju masyarakat yang inklusif. Ketika informasi penting—mulai dari peringatan bencana alam hingga pengumuman kesehatan publik—dapat diakses secara langsung melalui bahasa isyarat, maka hak atas informasi warga negara terpenuhi. Ini memberdayakan individu Tuli untuk berpartisipasi penuh dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.

Lebih lanjut, JBI juga berperan dalam memfasilitasi edukasi. Guru yang mungkin tidak menguasai Bisindo secara fasih dapat menggunakan JBI untuk menyampaikan materi pelajaran yang terstruktur sesuai kurikulum nasional. Meskipun demikian, para ahli terus mendorong bahwa pengenalan Bisindo kepada masyarakat luas juga harus ditingkatkan untuk menciptakan dialog yang lebih alami dan otentik antara Tuli dan Dengar.

Tantangan di Depan

Meskipun JBI telah memberikan kerangka kerja yang solid, tantangan implementasi tetap ada. Ketersediaan juru bahasa yang mahir JBI di berbagai daerah masih terbatas. Selain itu, sosialisasi mengenai perbedaan antara JBI dan Bisindo seringkali kurang dipahami oleh publik umum, yang kadang menyamakan keduanya. Upaya berkelanjutan diperlukan untuk melatih lebih banyak juru bahasa profesional dan meningkatkan kesadaran publik tentang kekayaan linguistik yang dimiliki oleh komunitas Tuli Indonesia. Mendorong penerimaan terhadap kedua sistem, baik JBI sebagai alat bantu formal maupun Bisindo sebagai bahasa asli, adalah kunci menuju inklusi sejati.