Menguatkan Inklusi: Memaknai Hari Bahasa Isyarat Nasional

KOMUNIKASI

Ilustrasi Simbolis Komunikasi Bahasa Isyarat

Setiap tahun, bangsa Indonesia memperingati Hari Bahasa Isyarat Nasional. Momen ini bukan sekadar seremonial belaka, melainkan sebuah pengingat kuat akan pentingnya pengakuan, penghormatan, dan pemanfaatan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) sebagai salah satu modalitas komunikasi resmi yang sah di negara kita. Pengakuan ini memiliki implikasi mendalam terhadap hak asasi manusia, pendidikan, dan partisipasi penuh komunitas Tuli dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.

Lebih Dari Sekadar Gerakan Tangan

Bahasa Isyarat, dalam konteks Indonesia dikenal sebagai BISINDO (atau bahasa isyarat lokal lainnya seperti SIBI), adalah bahasa alami yang memiliki struktur gramatikal, sintaksis, dan leksikon yang lengkap, sama seperti bahasa lisan. Kesalahan umum yang sering terjadi adalah menganggap bahasa isyarat sebagai sekadar ‘isyarat’ atau ‘gerakan’ universal yang bisa dipahami semua orang tanpa latar belakang budaya atau linguistik tertentu. Kenyataannya, setiap negara, bahkan wilayah di Indonesia, bisa memiliki variasi bahasa isyaratnya sendiri. Oleh karena itu, pengakuan resmi terhadap BISINDO sangat vital untuk memastikan keseragaman dan aksesibilitas informasi bagi seluruh warga negara Tuli di Indonesia.

Hari Bahasa Isyarat Nasional menjadi momentum untuk mengedukasi masyarakat luas mengenai kekayaan linguistik yang dibawa oleh BISINDO. Ini adalah jendela menuju dunia persepsi yang berbeda, di mana informasi disampaikan melalui ruang visual tiga dimensi alih-alih melalui gelombang suara. Para penutur bahasa isyarat, komunitas Tuli, telah berjuang keras untuk pengakuan ini, seringkali menghadapi hambatan struktural dalam mengakses layanan publik, mulai dari kesehatan, hukum, hingga pendidikan tinggi.

Tantangan Menuju Inklusi Penuh

Meskipun sudah ada langkah maju dalam pengakuan formal, implementasi di lapangan masih menghadapi banyak tantangan. Salah satu isu krusial adalah ketersediaan Juru Bahasa Isyarat (JBI) yang kompeten dan tersertifikasi. Di banyak sektor vital, seperti rumah sakit atau persidangan, ketersediaan JBI masih sangat terbatas. Keadaan ini sering memaksa anggota komunitas Tuli untuk mengandalkan keluarga atau teman yang mungkin tidak memiliki kemampuan menerjemahkan yang memadai, yang berpotensi menimbulkan kesalahpahaman serius atau bahkan diskriminasi.

Selain itu, integrasi bahasa isyarat dalam sistem pendidikan nasional perlu diperkuat. Sekolah-sekolah inklusif harus didukung dengan kurikulum yang memadai serta guru yang mahir dalam BISINDO, sehingga anak-anak Tuli tidak tertinggal dari teman sebayanya. Pendidikan yang berbasis bahasa isyarat akan memastikan mereka dapat menyerap ilmu pengetahuan secara optimal dan membangun fondasi masa depan yang kokoh.

Peran Kita Dalam Mendukung Bahasa Isyarat

Memperingati Hari Bahasa Isyarat Nasional adalah panggilan aksi bagi setiap individu. Kita tidak perlu menjadi penutur bahasa isyarat untuk berkontribusi pada inklusi. Langkah kecil seperti menggunakan platform media sosial untuk menyebarkan informasi positif mengenai bahasa isyarat, mendukung organisasi komunitas Tuli, atau sekadar bersikap terbuka dan belajar beberapa isyarat dasar dapat membuat perbedaan besar. Menggunakan *subtitle* atau meminta konten visual menyediakan interpretasi bahasa isyarat adalah bentuk nyata penghormatan.

Inklusi sejati terjadi ketika kita menghilangkan asumsi bahwa semua orang harus berkomunikasi dengan cara yang sama. Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) adalah hak, bukan sekadar fasilitas tambahan. Dengan merayakan dan mempromosikan penggunaan Bahasa Isyarat Nasional, kita sedang membangun jembatan komunikasi yang lebih kuat, menjamin bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk didengar dan berpartisipasi penuh dalam kemajuan bangsa. Mari kita jadikan momen ini sebagai titik tolak untuk mewujudkan masyarakat yang benar-benar ramah dan inklusif bagi semua.