Visualisasi suasana khidmat saat prosesi pemakaman.
Suasana haru menyelimuti prosesi pemakaman almarhum Emmeril Kahn Mumtadz, atau yang akrab disapa Eril. Kepergian putra sulung Gubernur Jawa Barat tersebut meninggalkan duka mendalam, tidak hanya bagi keluarga, namun juga bagi jutaan masyarakat Indonesia yang mengikuti setiap perkembangannya sejak dinyatakan hilang di Sungai Aare, Bern, Swiss. Momen pemakaman menjadi puncak dari rangkaian prosesi yang sarat emosi.
Peti jenazah tiba di kompleks pemakaman keluarga di Cimaung, Bandung, disambut isak tangis dan doa tak henti dari kerabat serta warga yang memadati area tersebut. Kawasan itu berubah menjadi lautan wajah yang basah oleh air mata. Meskipun telah dipersiapkan secara matang, ketegaran keluarga nampak diuji saat jenazah perlahan diturunkan ke liang lahat. Kehadiran kedua orang tua almarhum, Ridwan Kamil dan Atalia Praratya, memberikan gambaran nyata tentang beratnya kehilangan seorang anak.
Prosesi pemakaman mengikuti syariat Islam secara khidmat. Setelah prosesi penyerahan jenazah dari pihak keluarga kepada tim pemakaman, prosesi inti dimulai. Para pelayat bergantian mendekat untuk memberikan penghormatan terakhir. Namun, momen yang paling menggugah dan membuat bulu kuduk berdiri adalah ketika lantunan doa dan bacaan ayat suci Al-Quran mengiringi penutupan liang lahat. Suara-suara yang memohon ampunan dan rahmat bagi almarhum terasa sangat khusyuk.
Para saksi mata yang hadir menggambarkan suasana saat jenazah hendak ditutup tanah sebagai titik terberat. Di tengah heningnya prosesi tersebut, sebuah momen religi yang amat menyentuh terjadi: **iringan azan terakhir**. Azan yang dikumandangkan setelah jenazah diletakkan di dalam pusara seolah menjadi penutup perjalanan duniawi Eril, sekaligus penanda panggilan terakhir dari Sang Pencipta.
Mengutip dari beberapa kesaksian, lantunan azan tersebut terasa begitu dalam dan menyentuh relung hati setiap yang mendengarnya. Dalam konteks pemakaman Muslim, azan yang dikumandangkan di dekat jenazah diyakini dapat memberikan ketenangan bagi almarhum saat prosesi penguburan. Namun, efeknya pada mereka yang ditinggalkan sungguh luar biasa; ia menjadi pengingat akan kebesaran Tuhan dan kepastian akan kematian.
Ridwan Kamil, dalam berbagai kesempatan, selalu menekankan bahwa ia dan keluarga telah mengikhlaskan kepergian Eril dan yakin bahwa Eril meninggal dalam keadaan husnul khatimah. Ikhlas inilah yang kemudian menjadi jangkar bagi mereka untuk tetap teguh menjalani hari-hari pasca-pemakaman. Meskipun raga telah dikebumikan, kenangan tentang sosok Eril yang dikenal cerdas, baik hati, dan penuh semangat akan terus hidup.
Momen detik detik jenazah Eril dimakamkan terekam jelas dalam ingatan publik bukan hanya karena ia adalah figur publik, tetapi karena perjalanan kepulangannya yang dramatis. Pencarian yang panjang, harapan yang sempat membuncah, hingga akhirnya jenazah ditemukan dan dipulangkan, semuanya membentuk narasi kepahlawanan yang menyentuh. Ketika azan terakhir berkumandang di atas pusara, itu bukan sekadar ritual keagamaan biasa; itu adalah penutup babak penuh perjuangan.
Bagi mereka yang menyaksikan secara langsung, terutama ketika sang ayah ikut menimbun tanah, energi emosionalnya sangat terasa. Tindakan sederhana menaburkan tanah di atas peti adalah simbol pelepasan terakhir yang paling nyata. Setiap butir tanah yang jatuh seolah membawa doa dan harapan agar almarhum mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Kesedihan yang tulus terpancar dari wajah para pelayat, menunjukkan empati mendalam terhadap penderitaan orang tua yang ditinggal anak tercinta.
Prosesi ini mengajarkan kita tentang kefanaan dunia. Meskipun Eril telah tiada, semangatnya untuk berbuat baik dan ketenangan keluarganya dalam menghadapi takdir menjadi pelajaran berharga. Pemakaman yang khidmat tersebut membuktikan bahwa, di balik sorotan publik, yang paling penting adalah bagaimana seseorang menjalani hidup dan bagaimana ia dikenang—sebuah kenangan indah yang kini diabadikan bersama doa-doa tulus yang mengiringi **iringan azan terakhir** yang menggugah jiwa.