Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) adalah sistem komunikasi visual yang kaya dan kompleks, digunakan oleh komunitas Tuli di berbagai daerah di Indonesia. Berbeda dengan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) yang lebih terstruktur dan mendekati tata bahasa Indonesia lisan, BISINDO memiliki kekayaan leksikal dan gramatikal yang unik, membuatnya sangat relevan untuk komunikasi bisindo sehari hari. Memahami seluk-beluk BISINDO bukan hanya membuka pintu komunikasi, tetapi juga menjembatani kesenjangan sosial.
Komunikasi adalah kebutuhan fundamental manusia. Bagi komunitas Tuli, BISINDO adalah bahasa ibu mereka, cara utama mereka mengekspresikan ide, emosi, dan kebutuhan sehari-hari. Dalam konteks bisindo sehari hari, bahasa ini digunakan untuk interaksi paling mendasar: memesan makanan, menanyakan arah, berbelanja di pasar, bahkan sekadar bercanda dengan teman. Fleksibilitasnya memungkinkan ekspresi nuansa yang mendalam, sesuatu yang terkadang sulit ditangkap dalam terjemahan langsung.
Berbeda dengan bahasa isyarat buatan, BISINDO berkembang secara alami di tengah komunitas Tuli Indonesia. Hal ini berarti bahwa kosakata dan tata bahasanya sangat kontekstual dan regional. Misalnya, isyarat untuk "kemarin" di Jakarta mungkin sedikit berbeda dengan di Surabaya, meskipun inti maknanya tetap sama. Inilah yang menjadikan pembelajaran BISINDO menarik—ia membawa serta akar budaya lokal.
Untuk mulai menggunakan bisindo sehari hari, ada beberapa komponen dasar yang harus dikuasai. Seperti bahasa lisan, BISINDO terdiri dari fonem, yang dalam konteks ini disebut parameter isyarat. Parameter tersebut meliputi:
Ekspresi wajah dalam BISINDO sangat vital. Ketika mengajukan pertanyaan "ya/tidak", misalnya, alis biasanya akan terangkat. Jika sedang menyatakan penolakan tegas, kerutan dahi akan menyertainya. Mengabaikan ekspresi wajah sama saja dengan berbicara tanpa intonasi, yang dapat menyebabkan kesalahpahaman besar dalam komunikasi bisindo sehari hari.
Banyak orang yang tertarik belajar BISINDO namun merasa kesulitan mempraktikkannya di luar kelas. Kuncinya adalah integrasi bertahap dalam aktivitas harian. Mulailah dengan isyarat-isyarat dasar yang sering digunakan:
Cari kesempatan untuk berinteraksi dengan anggota komunitas Tuli. Kehadiran dan kemauan Anda untuk mencoba adalah bentuk penghormatan tertinggi. Jangan takut salah; komunitas Tuli umumnya sangat suportif terhadap pemelajar yang menunjukkan niat tulus untuk berkomunikasi menggunakan bisindo sehari hari. Pengulangan dan observasi akan memperkuat ingatan visual Anda terhadap gerakan isyarat.
Penting untuk membedakan BISINDO dari SIBI. SIBI diciptakan untuk memfasilitasi komunikasi antara Tuli dan Dengar menggunakan struktur bahasa Indonesia baku. Sementara itu, BISINDO adalah bahasa alami, yang tata bahasanya mandiri dan seringkali lebih efisien dalam menyampaikan ide secara visual. Dalam konteks bisindo sehari hari, misalnya, ketika Anda ingin mengatakan "Saya pergi ke pasar kemarin sore", struktur BISINDO mungkin akan menempatkan 'pasar' atau 'kemarin' di awal kalimat untuk memberikan konteks temporal atau spasial terlebih dahulu, mengikuti logika visual dan spasial mereka, bukan urutan Subjek-Predikat-Objek baku bahasa Indonesia.
Dengan mempelajari BISINDO, kita tidak hanya mempelajari bahasa, tetapi juga memahami perspektif dunia yang berbeda. Ini adalah investasi dalam inklusivitas dan kekayaan budaya Indonesia.