Mengenal Bisindo: Bahasa Isyarat Kebanggaan Indonesia

Ketika kita berbicara tentang komunikasi bagi komunitas Tuli di Indonesia, perbincangan ini tidak akan lengkap tanpa membahas **Bisindo adalah** singkatan dari Bahasa Isyarat Indonesia. Ini bukan sekadar alat komunikasi alternatif, melainkan fondasi identitas budaya dan bahasa bagi ribuan orang Tuli di seluruh nusantara. Bisindo mewakili upaya kolektif untuk memiliki sistem bahasa isyarat yang otentik dan dikembangkan secara alami oleh penutur aslinya.

Simbol Komunikasi Bisindo Representasi abstrak dari dua tangan yang saling berinteraksi, melambangkan dialog dan komunikasi dalam Bisindo.

Apa Sebenarnya Bisindo Itu?

**Bisindo adalah** singkatan dari Bahasa Isyarat Indonesia. Secara historis, komunitas Tuli di Indonesia telah mengembangkan berbagai variasi isyarat lokal. Namun, melalui proses pengamatan sosiolinguistik dan inisiatif dari para aktivis Tuli, Bisindo dirumuskan. Perbedaannya yang paling mendasar dengan sistem isyarat buatan seperti Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) adalah bahwa Bisindo tumbuh secara alami dari lingkungan Tuli itu sendiri. Ia adalah bahasa yang hidup, digunakan sehari-hari oleh penutur aslinya, dan mencerminkan struktur gramatikal yang unik, bukan sekadar terjemahan langsung dari Bahasa Indonesia lisan.

Pengakuan terhadap Bisindo sangat krusial karena ini menegaskan hak fundamental penyandang disabilitas rungu untuk menggunakan bahasa mereka sendiri dalam semua aspek kehidupan. Jika SIBI lebih sering dilihat sebagai alat bantu pendidikan formal yang mencoba memetakan tata bahasa baku Bahasa Indonesia, Bisindo berfokus pada ekspresi otentik, termasuk aspek slang, nuansa emosional, dan struktur kalimat yang paling nyaman bagi penutur Tuli.

Perbedaan Fundamental dengan SIBI

Salah satu kebingungan umum adalah menyamakan Bisindo dengan SIBI. Namun, keduanya memiliki filosofi yang sangat berbeda. SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) diciptakan pada tahun 1970-an untuk tujuan standardisasi pendidikan. SIBI cenderung mengikuti struktur baku Bahasa Indonesia (Subjek-Predikat-Objek) dan sering kali memerlukan isyarat untuk setiap kata, termasuk kata sambung dan imbuhan, yang membuatnya terasa kaku dan kurang alami bagi penutur Tuli yang sudah mahir.

Sebaliknya, **Bisindo adalah** bahasa yang fleksibel. Ia menggunakan kategori tata bahasa yang berbeda yang lebih sesuai dengan modalitas visual-spasial. Sebagai contoh, dalam Bisindo, urutan kalimat bisa sangat berbeda dari Bahasa Indonesia lisan, sering kali mengutamakan informasi penting di awal, dan penggunaan ruang (ruang) dalam berisyarat sangat penting untuk menunjukkan subjek, objek, dan keterangan waktu secara simultan. Fleksibilitas ini menjadikannya alat komunikasi yang jauh lebih cepat dan kaya makna dalam interaksi sehari-hari.

Pentingnya Pengakuan dan Implementasi Bisindo

Adopsi Bisindo secara luas membawa dampak positif yang signifikan. Pertama, ia meningkatkan aksesibilitas komunikasi di berbagai sektor—mulai dari layanan kesehatan, hukum, hingga hiburan. Ketika institusi menggunakan juru bahasa yang fasih dalam Bisindo, hambatan komunikasi antara komunitas Tuli dan Dengar dapat diminimalisir secara drastis.

Kedua, pengakuan terhadap Bisindo memperkuat identitas linguistik dan budaya Tuli. Bahasa adalah inti dari kebudayaan. Dengan mendukung Bisindo, masyarakat mengakui bahwa orang Tuli bukan hanya kelompok yang "membutuhkan bantuan," tetapi adalah komunitas linguistik yang memiliki bahasa dan warisan budaya yang kaya.

Meskipun perjuangan untuk pengakuan resmi masih terus berlangsung, peningkatan jumlah penerjemah profesional Bisindo dan inisiatif dari komunitas Tuli sendiri telah mendorong kurikulum pelatihan yang lebih baik. Hal ini memastikan bahwa generasi muda Tuli mewarisi bahasa yang otentik dan kuat. Kesadaran publik mengenai apa itu **Bisindo adalah** langkah awal untuk menciptakan masyarakat yang inklusif di mana kedua modalitas bahasa, lisan dan isyarat, dihargai setara.

Masa Depan Komunikasi Tuli di Indonesia

Masa depan komunikasi Tuli di Indonesia terlihat semakin cerah seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya bahasa isyarat alami. Upaya edukasi yang berkelanjutan sangat diperlukan, tidak hanya bagi orang Tuli tetapi juga bagi orang Dengar, agar mereka memahami struktur dan konteks penggunaan Bisindo. Ketika masyarakat umum mulai memahami bahwa Bisindo adalah bahasa yang lengkap dan utuh, bukan sekadar isyarat tangan, kolaborasi dan integrasi sosial akan menjadi lebih mulus. Ini adalah perjalanan menuju inklusivitas sejati, di mana setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk didengar dan dipahami dalam bahasa yang paling mereka kuasai.