Mengenal Bahasa Pemrograman yang Sering Dipakai Hacker

Dunia keamanan siber sering kali diselimuti misteri, dan salah satu elemen yang paling sering dibicarakan adalah bahasa pemrograman yang digunakan oleh para profesional di bidang ini, baik itu peretas etis (ethical hackers) maupun mereka yang berniat jahat (black hat hackers). Pemilihan bahasa sering kali bergantung pada tujuan spesifik—apakah itu untuk pengembangan malware, eksploitasi kerentanan, atau pembuatan alat otomatisasi.

Tidak ada satu bahasa tunggal yang mendominasi seluruh spektrum aktivitas peretasan. Sebaliknya, para pakar keamanan memanfaatkan beragam alat yang tersedia, masing-masing dengan kelebihan dan kekurangannya sendiri dalam konteks lingkungan operasional dan target sistem.

Simbol Kode dan Keamanan

Ilustrasi alat dan kode dalam keamanan siber.

Python: Sang Raja Fleksibilitas

Jika ada satu bahasa yang harus disebutkan dalam konteks ini, itu adalah Python. Python sangat populer karena sintaksnya yang bersih, mudah dibaca, dan kecepatan pengembangannya yang tinggi. Bagi peretas, ini berarti mereka dapat membuat skrip pengujian penetrasi, alat pemindaian jaringan, atau bahkan prototipe malware dalam waktu singkat.

Pustaka Python yang luas (seperti Scapy untuk manipulasi paket atau Requests untuk interaksi HTTP) menjadikannya pilihan utama untuk otomatisasi tugas-tugas yang berulang dalam pengujian keamanan. Banyak alat hacking populer, misalnya Metasploit Framework, memiliki banyak komponen yang ditulis dalam Python.

C dan C++: Fondasi Performa Tinggi

Meskipun Python unggul dalam kecepatan pengembangan, bahasa tingkat rendah seperti C dan C++ tetap tak tergantikan, terutama ketika berhadapan langsung dengan memori sistem dan kinerja. Bahasa-bahasa ini sering digunakan untuk:

Karena program yang ditulis dalam C/C++ dikompilasi langsung menjadi kode mesin, eksekusinya hampir tanpa overhead, menjadikannya ideal untuk serangan yang memerlukan waktu respons milidetik.

JavaScript: Ancaman di Sisi Klien

JavaScript (JS) adalah bahasa utama di balik web. Dalam konteks peretasan, JS sangat relevan untuk serangan sisi klien. Cross-Site Scripting (XSS), di mana kode jahat disuntikkan ke situs web yang kemudian dieksekusi di browser korban, sepenuhnya bergantung pada penguasaan JavaScript. Selain itu, Node.js memungkinkan JS digunakan di sisi server, membuka pintu untuk serangan berbasis backend yang memanfaatkan kerentanan pada aplikasi web modern.

PHP dan Perl: Warisan Web

Meskipun popularitasnya mungkin sedikit menurun dibandingkan Python atau Node.js, PHP dan Perl masih memiliki tempat signifikan. PHP adalah tulang punggung banyak sistem manajemen konten (CMS) seperti WordPress. Memahami cara kerja PHP sangat penting untuk mengeksploitasi kerentanan pada server web yang menjalankan aplikasi PHP lama. Perl, dengan kekuatan manipulasi teksnya yang luar biasa, dulunya sangat dominan dalam pembuatan skrip jaringan sebelum Python mengambil alih peran tersebut.

Assembly: Bahasa Paling Rendah

Di puncak rantai kebutuhan teknis, terdapat bahasa Assembly. Ini bukanlah bahasa untuk skrip harian, melainkan bahasa yang paling dekat dengan instruksi CPU. Para peretas tingkat lanjut menggunakannya untuk menulis muatan (payload) yang sangat kecil, mengoptimalkan eksploit, atau memodifikasi kode yang sudah dikompilasi secara langsung. Menguasai Assembly adalah tanda keahlian mendalam dalam arsitektur komputer.

Secara ringkas, pilihan bahasa pemrograman dalam aktivitas hacking mencerminkan filosofi penggunaan: Python untuk kecepatan dan otomatisasi, C/C++ untuk kontrol sistem dan performa, dan JavaScript untuk serangan berbasis web. Seorang ahli keamanan yang efektif harus mampu berpindah antar paradigma ini sesuai dengan tantangan yang dihadapi.

Daftar Bahasa Populer di Dunia Keamanan Siber