Bahasa Isyarat Hijaiyah: Menjembatani Komunikasi

Isyarat Hijaiyah Ilustrasi visualisasi bahasa isyarat untuk huruf Arab

Bahasa Isyarat Hijaiyah merujuk pada sistem komunikasi visual yang digunakan oleh komunitas Tuli Muslim di berbagai belahan dunia, khususnya di negara-negara yang mayoritas penduduknya berbahasa Indonesia, Melayu, atau Arab. Sistem ini merupakan adaptasi penting yang mengintegrasikan fonologi dan kosakata huruf Arab (Hijaiyah) ke dalam tata bahasa isyarat lokal, seperti Bisindo atau SIBI di Indonesia.

Pentingnya Adaptasi Fonem Hijaiyah

Bagi umat Islam yang tuli, kemampuan untuk membaca, menulis, dan memahami istilah-istilah keagamaan dalam bahasa Arab adalah krusial. Istilah-istilah seperti "Allahu Akbar," "Bismillah," "Shalat," atau nama-nama nabi memerlukan representasi visual yang jelas. Bahasa Isyarat Hijaiyah menyediakan jembatan ini. Jika bahasa isyarat standar tidak memiliki isyarat baku untuk sebuah kata Arab spesifik, isyarat tersebut dapat dibentuk melalui proses yang disebut fingerspelling (daktilologi) yang meniru abjad Hijaiyah secara visual.

Proses ini memerlukan pelatihan khusus. Isyarat untuk huruf 'Alif' mungkin berupa posisi tangan lurus ke atas, sementara 'Ba' (dengan titik di bawah) mungkin melibatkan posisi telapak tangan menghadap ke bawah dengan satu jari menekuk ke bawah sebagai representasi titik. Konsistensi dalam representasi ini sangat penting untuk memastikan bahwa pesan keagamaan dapat disampaikan tanpa kehilangan makna teologisnya.

Tantangan Dalam Standardisasi

Salah satu tantangan terbesar dalam pengembangan Bahasa Isyarat Hijaiyah adalah kurangnya standardisasi di tingkat global atau bahkan regional. Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) memiliki versi dan isyarat yang berbeda dengan Bahasa Isyarat Malaysia (BIM). Ketika mengadopsi isyarat Hijaiyah, perbedaan dialek visual ini dapat muncul. Misalnya, cara mengisyaratkan huruf 'Dzal' (ذ) yang memiliki vibrasi tertentu mungkin berbeda antara satu komunitas tuli dengan komunitas lainnya.

Kontribusi Terhadap Inklusi Keagamaan

Inklusi bagi penyandang disabilitas rungu dalam menjalankan ibadah dan studi agama adalah hak asasi. Dengan adanya Bahasa Isyarat Hijaiyah, ceramah keagamaan (dakwah) menjadi lebih mudah diakses. Para juru bahasa isyarat yang terlatih dapat menerjemahkan khotbah Jumat atau pelajaran mengaji secara langsung. Ini memberdayakan komunitas Tuli untuk berpartisipasi penuh dalam kehidupan spiritual mereka.

Pengenalan dan pengajaran isyarat-isyarat ini tidak hanya terbatas pada huruf alfabét. Konsep-konsep abstrak dalam fikih atau akidah juga harus diupayakan memiliki padanan isyarat yang disepakati bersama, seringkali dengan menggunakan kombinasi fingerspelling dan isyarat ikonik yang sudah ada dalam bahasa isyarat lokal. Upaya ini membutuhkan kolaborasi erat antara ahli bahasa isyarat, cendekiawan agama, dan, yang paling penting, komunitas tuli itu sendiri. Inisiatif lokal yang didorong oleh keinginan komunitas untuk memahami ajaran agama mereka adalah motor penggerak utama dalam evolusi Bahasa Isyarat Hijaiyah.

Masa Depan dan Pengembangan

Masa depan Bahasa Isyarat Hijaiyah bergantung pada digitalisasi dan dokumentasi yang lebih baik. Pengembangan kamus daring yang interaktif, video tutorial yang jelas, dan pelatihan bagi para ustadz atau guru agama mengenai dasar-dasar bahasa isyarat sangat diperlukan. Ketika teknologi memungkinkan, platform digital dapat menjadi media utama untuk menyebarkan isyarat standar, mengurangi kesenjangan pemahaman antar wilayah. Memberdayakan anggota komunitas Tuli untuk menjadi pengembang kurikulum adalah kunci untuk memastikan bahwa sistem isyarat yang tercipta benar-benar otentik dan relevan bagi mereka.