Indonesia adalah negara dengan keragaman budaya dan bahasa yang luar biasa, termasuk dalam komunikasi bagi Komunitas Tuna Rungu. Dalam konteks ini, dua sistem bahasa isyarat utama yang sering dibicarakan adalah Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) dan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI). Meskipun keduanya bertujuan untuk memfasilitasi komunikasi, mereka memiliki dasar dan karakteristik yang berbeda secara fundamental. Memahami perbedaan ini penting untuk meningkatkan inklusivitas dan komunikasi yang efektif.
Apa Itu BISINDO?
BISINDO (atau sering juga disebut Sistem Bahasa Isyarat Indonesia yang otentik) adalah bahasa isyarat yang tumbuh dan berkembang secara alami di kalangan masyarakat Tuli di Indonesia. Seperti bahasa isyarat di negara lain (misalnya ASL di Amerika Serikat), BISINDO merupakan bahasa visual-spasial yang memiliki tata bahasa, kosakata, dan struktur sintaksisnya sendiri, yang tidak sepenuhnya terikat pada struktur bahasa lisan Indonesia.
Karakteristik utama BISINDO adalah ia merupakan bahasa alami (natural). Hal ini berarti bahwa struktur gramatikalnya dibentuk oleh kebutuhan komunikasi komunitas Tuli itu sendiri. Ketika seorang anak Tuli tumbuh dalam lingkungan yang menggunakan BISINDO, mereka akan menguasai bahasa ini layaknya anak dengar mempelajari bahasa lisan. Penggunaan BISINDO sangat bervariasi tergantung daerah, menunjukkan adanya dialek regional, mirip dengan keragaman bahasa lisan.
Peran dan Karakteristik SIBI
Di sisi lain, SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) diperkenalkan dan dikembangkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1980-an. Berbeda dengan BISINDO, SIBI adalah sistem isyarat yang dibuat secara terstruktur dan normatif dengan tujuan utama untuk menjadi alat bantu pengajaran di sekolah-sekolah luar biasa (SLB) agar sinkron dengan kurikulum formal Bahasa Indonesia.
Struktur SIBI sangat mengacu pada tata bahasa Bahasa Indonesia lisan. Ini berarti SIBI cenderung lebih bersifat "menjelaskan" secara satu per satu kata yang diucapkan, termasuk penggunaan morfem imbuhan (prefiks, sufiks) yang seringkali sulit divisualisasikan secara langsung dalam isyarat alami. Karena sifatnya yang dibuat-buat (constructed), SIBI seringkali terasa kurang intuitif atau alami bagi sebagian besar individu Tuli yang tidak mengenalnya sejak kecil.
Perbandingan Fundamental: BISINDO vs SIBI
Perbedaan antara keduanya sering menjadi sumber perdebatan dalam komunitas Tuli. SIBI digunakan lebih banyak di lingkungan pendidikan formal dan oleh sebagian pihak yang lebih dekat dengan dunia akademis atau pemerintah, sementara BISINDO adalah bahasa komunikasi sehari-hari komunitas Tuli di Indonesia.
| Aspek | BISINDO | SIBI |
|---|---|---|
| Asal Usul | Berkembang alami (natural) dari komunitas Tuli. | Didesain dan distandarisasi oleh institusi. |
| Struktur Tata Bahasa | Memiliki struktur gramatikal visual tersendiri. | Mengikuti struktur tata bahasa Bahasa Indonesia lisan. |
| Pengguna Utama | Mayoritas Komunitas Tuli di Indonesia. | Lingkungan sekolah formal dan beberapa institusi. |
| Dialek | Terdapat variasi dan dialek regional. | Cenderung lebih seragam secara nasional. |
| Kesesuaian Alami | Dianggap lebih alami dan intuitif. | Dianggap kurang alami bagi penutur asli Tuli. |
Mendorong Pengakuan dan Inklusivitas
Advokasi komunitas Tuli di Indonesia saat ini sangat kuat mendorong pengakuan terhadap BISINDO sebagai bahasa resmi yang sah bagi penyandang Tuna Rungu. Hal ini sejalan dengan Konvensi Hak Penyandang Disabilitas PBB, yang mengakui bahasa isyarat sebagai bahasa yang harus dilindungi dan dipromosikan.
Penggunaan bahasa isyarat yang alami (BISINDO) sangat krusial untuk perkembangan kognitif dan identitas budaya anak-anak Tuli. Ketika anak-anak diajarkan menggunakan bahasa yang tidak alami sejak dini, hal itu dapat menghambat perkembangan linguistik mereka. Oleh karena itu, semakin banyak pihak yang menyadari pentingnya mendukung penggunaan dan pengembangan BISINDO, baik di ranah sosial maupun pendidikan, demi terciptanya masyarakat yang benar-benar inklusif.
Memahami bahwa Indonesia memiliki lebih dari satu sistem isyarat, dengan BISINDO sebagai bahasa utama komunitas Tuli, adalah langkah pertama menuju dialog yang lebih bermakna antara Tuli dan Dengar.