Ilustrasi: Koneksi melalui Bahasa Isyarat
Di Indonesia, keberagaman bahasa merupakan kekayaan tak ternilai. Namun, bagi komunitas Tunanetra dan Tuna Rungu, komunikasi seringkali menghadapi tantangan signifikan. Salah satu solusi inovatif yang muncul untuk menjembatani kesenjangan ini adalah **Bahasa Isyarat BISI (Bahasa Isyarat bagi Tunanetra dan Tuna Rungu)**. BISI bukan sekadar modifikasi dari bahasa isyarat umum yang sudah ada, melainkan sebuah sistem komunikasi visual yang dirancang khusus untuk memastikan inklusi total.
Secara historis, komunitas Tunanetra (yang tidak dapat melihat) dan Tuna Rungu (yang tidak dapat mendengar) seringkali memiliki tantangan unik. Tuna Rungu umumnya menggunakan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) atau Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI). Sementara itu, Tunanetra sering mengandalkan Braille, suara, atau sentuhan. Integrasi kedua kebutuhan ini melahirkan kebutuhan akan bahasa isyarat yang dapat dipahami melalui sentuhan atau gerakan yang dapat dirasakan.
Bahasa Isyarat BISI bekerja berdasarkan prinsip utama yaitu **taktil** dan **kinestetik**. Berbeda dengan bahasa isyarat standar yang mengandalkan persepsi visual (melihat bentuk tangan, arah gerakan, dan ekspresi wajah), BISI menekankan pada gerakan yang dirasakan melalui sentuhan pada tangan atau lengan lawan bicara.
Inti dari sistem ini adalah adaptasi gerakan tangan menjadi pola sentuhan yang spesifik. Misalnya, sebuah huruf atau kata dalam BISINDO/SIBI yang memerlukan gerakan visual tertentu akan diubah menjadi urutan ketukan, usapan, atau tekanan pada telapak tangan atau punggung tangan penerima isyarat. Ini memerlukan pemahaman mendalam tentang kinetika gerakan agar pesan tetap otentik.
Bagi komunitas Tunanetra, indra peraba adalah jendela utama mereka untuk memahami lingkungan. Bahasa Isyarat BISI memanfaatkan area sensorik pada tangan yang sangat sensitif. Pengembangan BISI melibatkan para ahli bahasa, pendidik inklusif, dan yang terpenting, anggota komunitas Tunanetra dan Tuna Rungu sendiri. Keselarasan antara gerakan yang dilakukan dan interpretasi sentuhan adalah kunci keberhasilannya.
Mengapa BISI sangat penting?
Meskipun konsep Bahasa Isyarat BISI sangat menjanjikan, implementasinya menghadapi beberapa tantangan. Standarisasi adalah tantangan terbesar. Karena ini adalah bahasa isyarat yang bersifat taktil, variasi sentuhan antar pengguna dapat menyebabkan ambiguitas. Oleh karena itu, diperlukan kurikulum pelatihan yang sangat ketat dan terstruktur. Standardisasi gerakan sentuhan harus menjadi prioritas utama agar BISI dapat diadopsi secara luas, baik di sekolah, kantor, maupun fasilitas umum.
Pengenalan BISI memerlukan edukasi massal. Masyarakat umum harus menyadari bahwa komunikasi tidak selalu bersifat visual. Dengan pelatihan yang memadai, BISI berpotensi menjadi bahasa isyarat resmi yang diakui untuk menjembatani komunikasi antara dua kelompok penyandang disabilitas yang seringkali terpinggirkan dalam konteks komunikasi massa. Bahasa isyarat BISI adalah bukti nyata bahwa kreativitas manusia dapat menemukan cara untuk terhubung, bahkan ketika indra penglihatan dan pendengaran terbatas. Ini adalah evolusi bahasa yang bergerak dari mata ke sentuhan.