Bahasa Bali Dituturkan Oleh Masyarakat Pulau Dewata

Om Swastiastu

Pengantar Bahasa Bali

Bahasa Bali adalah salah satu bahasa daerah yang kaya dan memiliki peran sentral dalam kehidupan masyarakat Bali. Bahasa ini dituturkan oleh hampir seluruh penduduk Pulau Dewata, serta oleh komunitas diaspora Bali yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, terutama di pulau-pulau seperti Lombok, Kalimantan, dan Sumatera. Selain itu, komunitas Bali di luar negeri juga turut melestarikan bahasa ini. Bahasa Bali memiliki keragaman tingkat tutur yang sangat khas, mencerminkan struktur sosial dan tingkat kesopanan dalam interaksi sehari-hari.

Secara linguistik, Bahasa Bali termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia, serumpun dengan Bahasa Indonesia. Namun, perkembangannya yang unik di tengah dominasi budaya Hindu Dharma telah memberikan ciri khas tersendiri, terutama dalam kosakatanya yang banyak menyerap istilah dari bahasa Sanskerta dan Kawi (Jawa Kuno). Keunikan ini membuat Bahasa Bali menjadi penanda identitas budaya yang kuat bagi masyarakatnya.

Struktur Tingkat Tutur (Undha-Usuk Basa)

Salah satu aspek paling menarik dari bahasa yang dituturkan oleh masyarakat Bali adalah sistem tingkatan bahasanya yang terbagi secara hierarkis. Ada tiga tingkatan utama yang harus dikuasai penutur agar sesuai dengan konteks sosialnya:

  1. Basa Alus (Halus): Digunakan saat berbicara kepada orang yang lebih tua, dihormati (seperti sulinggih/pendeta atau pejabat), atau dalam konteks upacara keagamaan. Bahasa Alus ini menunjukkan penghormatan tertinggi.
  2. Basa Madya (Madya/Sedang): Tingkat ini sering digunakan di antara orang yang sudah akrab namun masih menjaga sedikit formalitas, atau dalam percakapan sehari-hari yang tidak terlalu santai.
  3. Basa Kasar (Kasar): Digunakan dalam pergaulan sangat akrab, antar teman sebaya, atau dalam konteks yang sangat informal. Meskipun disebut kasar, penggunaannya tetap terikat aturan sosial tertentu.

Penutur Utama dan Sebaran Geografis

Jantung dari penutur Bahasa Bali tentu saja berada di Bali. Hampir semua etnis Bali menggunakan bahasa ini sebagai bahasa ibu (L1). Namun, penting untuk dicatat bahwa Bahasa Bali juga berfungsi sebagai bahasa pergaulan sehari-hari (lingua franca) bagi sebagian non-Bali yang tinggal lama di pulau tersebut, meskipun penuturan mereka mungkin tidak sefasih penutur asli.

Migrasi masyarakat Bali selama berabad-abad telah membawa bahasa ini ke wilayah lain. Di Lombok, misalnya, komunitas Bali di Karangasem Timur mempertahankan bahasa mereka dengan baik. Di Kalimantan, terutama di wilayah yang menjadi tujuan transmigrasi, komunitas Bali juga aktif menggunakan bahasa mereka di lingkungan rumah tangga dan upacara adat. Diaspora ini menunjukkan adaptabilitas dan ketahanan budaya dari bahasa yang dituturkan oleh masyarakat Bali.

Bahasa Bali dalam Pendidikan dan Media

Pemerintah Provinsi Bali telah mengambil langkah signifikan untuk melestarikan bahasa ini. Bahasa Bali kini menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah mulai dari tingkat dasar hingga menengah atas di seluruh Bali. Hal ini bertujuan agar generasi muda tetap memahami dan mampu menggunakan bahasa leluhur mereka dalam konteks formal maupun informal. Selain itu, bahasa ini juga sering terdengar dalam siaran radio dan televisi lokal, memastikan relevansinya tetap terjaga di era digital.

Meskipun tantangan globalisasi dan dominasi Bahasa Indonesia serta bahasa asing terus menghadang, upaya pelestarian yang dilakukan oleh masyarakat adat, tokoh agama, dan pemerintah daerah sangat krusial. Bahasa Bali tidak hanya sekadar alat komunikasi; ia adalah wadah bagi filosofi Hindu Dharma, mantra upacara, dan warisan sastra yang tak ternilai harganya. Dengan demikian, pemahaman tentang siapa yang menuturkan dan bagaimana bahasa ini digunakan memberikan gambaran mendalam tentang kekayaan budaya Bali. Bahasa ini terus hidup, dituturkan oleh jutaan orang, menjembatani masa lalu dengan masa kini.