Ilustrasi simbol komunikasi di laut.
Bahasa Bajo, atau sering juga disebut Bahasa Bajau, adalah bahasa Austronesia yang digunakan oleh etnis Bajo (atau Bajau), yang dikenal sebagai "Orang Laut" di Asia Tenggara maritim. Komunitas ini tersebar luas di perairan Indonesia, Malaysia, Filipina, dan sebagian kecil di Brunei. Karena mobilitas mereka yang tinggi dan interaksi yang intensif dengan budaya pesisir lainnya, bahasa Bajo memiliki kekhasan tersendiri. Meskipun dianggap sebagai satu bahasa, terdapat variasi dialek yang signifikan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya, yang kadang membuat penutur dari daerah yang berjauhan mengalami kesulitan komunikasi.
Struktur bahasa Bajo umumnya mengikuti pola S-P-O (Subjek-Predikat-Objek), serupa dengan banyak bahasa di Nusantara. Namun, kekayaan kosakata mereka sangat terfokus pada terminologi laut, navigasi, perikanan, dan ekosistem bawah laut. Mempelajari bahasa Bajo bukan hanya tentang memahami tata bahasa, tetapi juga tentang memahami cara pandang suku Bajo terhadap dunia—sebuah dunia yang didominasi oleh pasang surut air laut dan kekayaan samudra.
Salah satu aspek paling menarik dari bahasa Bajo adalah leksikonnya yang kaya terkait dengan kehidupan maritim. Untuk penutur luar, banyak kata yang terdengar asing, namun bagi orang Bajo, kata-kata tersebut sangat spesifik dan esensial dalam kehidupan sehari-hari mereka. Berikut adalah beberapa contoh kata dasar dalam bahasa Bajo beserta artinya dalam Bahasa Indonesia.
Memahami beberapa kata kunci membantu kita merangkai kalimat sederhana. Perlu diingat bahwa konstruksi kalimat bisa sedikit berbeda tergantung dialek yang digunakan (misalnya dialek Sulawesi Selatan vs. Sabah, Malaysia).
Bahasa Bajo berfungsi sebagai alat komunikasi vital antar anggota komunitas nomaden laut ini. Bahasa ini mengandung pengetahuan turun-temurun mengenai kondisi cuaca, lokasi terumbu karang terbaik untuk menangkap ikan, serta navigasi bintang. Sayangnya, seperti banyak bahasa minoritas lainnya, Bahasa Bajo menghadapi ancaman serius. Modernisasi, perpindahan permanen ke daratan (sedentarisasi), dan dominasi bahasa-bahasa resmi negara (seperti Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu) menyebabkan generasi muda semakin sedikit menggunakan bahasa leluhur mereka.
Upaya pendokumentasian dan pengajaran bahasa Bajo di lingkungan komunitas sangat penting untuk memastikan bahwa warisan linguistik dan budaya maritim yang unik ini tidak hilang ditelan ombak zaman. Meskipun berbeda-beda, semangat kekerabatan Bajo tetap terjalin melalui akar bahasa mereka. Bahasa Bajo adalah cerminan langsung dari identitas mereka sebagai pelaut ulung yang hidup selaras dengan irama samudra.