Pernahkah Anda mengalami momen di mana batas antara kenyataan dan imajinasi terasa kabur? Ketika sebuah kejadian terasa begitu sempurna, begitu luar biasa, sehingga otak Anda secara otomatis mencapnya dengan label: "bagaikan mimpi". Fenomena ini bukan sekadar kiasan romantis; ia adalah cara pikiran kita memproses pengalaman yang melampaui ekspektasi sehari-hari.
Hidup seringkali berjalan dalam rutinitas yang terstruktur: bangun, bekerja, makan, tidur. Dalam siklus ini, otak kita menjadi efisien tetapi mungkin kehilangan kemampuan untuk terkejut. Namun, terkadang, alam semesta memutuskan untuk menyajikan sesuatu yang benar-benar di luar kurva normal. Mungkin itu adalah pertemuan tak terduga dengan seseorang yang Anda rindukan setelah sekian lama, atau pencapaian besar yang tadinya hanya ada di buku catatan cita-cita.
Dari sudut pandang psikologis, perasaan bahwa sesuatu itu "bagaikan mimpi" seringkali muncul ketika ada pelepasan dopamin yang masif, atau ketika sensor kita dibanjiri dengan stimulasi positif yang kuat. Rasa tak percaya yang menyertai perasaan tersebut adalah mekanisme pertahanan pikiran kita. Pikiran mencoba memproses input baru yang begitu besar sehingga ia mengklasifikasikannya sementara ke dalam zona "fantasi" sebelum akhirnya berhasil mengintegrasikannya ke dalam memori jangka panjang sebagai kenyataan yang luar biasa.
Dalam dunia seni dan sastra, konsep ini dieksploitasi secara mendalam. Surealisme, misalnya, adalah upaya sadar untuk menangkap logis absurditas dan keindahan yang sering kita temukan saat kita tidur. Para seniman berusaha membawa atmosfer ketidaklogisan yang indah itu ke dalam karya mereka, mengajak audiens merasakan sensasi melayang, atau melihat warna yang seharusnya tidak ada.
Banyak orang secara aktif mengejar kondisi "bagaikan mimpi" ini. Mereka mendefinisikan mimpi sebagai tujuan tertinggi—baik itu dalam bentuk pencapaian karier, kebahagiaan hubungan, atau kebebasan finansial. Mereka tidak menginginkan kesempurnaan statis, tetapi mereka mendambakan serangkaian peristiwa dinamis yang secara kolektif memberikan rasa bahwa kehidupan ini adalah petualangan yang diizinkan oleh takdir.
Mengejar kondisi ini memerlukan keberanian untuk mengambil risiko. Karena hal-hal yang benar-benar tak terlupakan hampir selalu berada di luar zona nyaman. Ketika kita mendorong batasan kemampuan kita, hasilnya—apakah itu sukses besar atau kegagalan total yang mengajari pelajaran berharga—akan terasa lebih nyata dan lebih berarti daripada keberhasilan yang datang tanpa perjuangan berarti.
Kunci untuk menikmati momen "bagaikan mimpi" adalah kehadiran penuh (mindfulness). Jika kita terlalu sibuk merekam, memfoto, atau menganalisis mengapa momen itu terjadi, kita berisiko melewatkan esensi perasaannya. Momen terbaik dalam hidup adalah momen yang membuat kita berhenti berpikir dan mulai merasakan. Itu adalah momen ketika kita menerima keindahan yang disajikan tanpa perlu validasi eksternal.
Pada akhirnya, hidup bukanlah rangkaian peristiwa yang biasa-biasa saja. Ia adalah kanvas yang luas, dan di antara goresan warna-warna standar, selalu ada sapuan kuas emas yang tiba-tiba muncul, mengubah keseluruhan lukisan. Saat Anda menemukan diri Anda dalam salah satu momen itu—ketika senja terlihat terlalu indah, atau ketika solusi masalah muncul tanpa usaha keras—berhentilah sejenak. Biarkan diri Anda larut dalam perasaan bahwa, untuk sesaat, Anda sedang hidup bagaikan mimpi yang paling indah.
Menyambut momen-momen ajaib ini, dan menyadari bahwa kita mampu menciptakannya kembali melalui kerja keras dan harapan yang tulus, adalah inti dari pengalaman manusia yang kaya.