Ilustrasi: Simbol Perlindungan dan Kedekatan
Surah At-Taubah (Surah Kesembilan) adalah surah Madaniyah yang memiliki kedalaman kontekstual luar biasa, terutama terkait dengan pembinaan masyarakat Islam pasca-Fathul Makkah dan menghadapi tantangan eksternal. Dua ayat terakhir dari surah ini, yaitu ayat 128 dan 129, seringkali dijadikan penutup yang kuat, memberikan landasan fundamental bagi hubungan seorang mukmin dengan Rasulullah ﷺ dan pemahaman hakikat pertolongan Allah.
(128) Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul dari kalanganmu sendiri, yang mengetahui kesulitan-kesulitan yang kamu alami, sangat menginginkan (keimanan dan kesejahteraan) bagimu, dan sangat penyayang serta penyantun terhadap orang-orang mukmin.
(129) Jika mereka berpaling (darimu), maka katakanlah, "Cukuplah Allah bagiku! Tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan Pemilik 'Arsy yang agung."
Ayat 128 adalah otobiografi spiritual yang menjelaskan kedudukan Nabi Muhammad ﷺ dalam pandangan Allah SWT, sekaligus menegaskan betapa dekatnya beliau dengan umatnya. Ayat ini mengandung empat deskripsi kunci:
Ayat ini berfungsi sebagai pengingat abadi bagi umat Islam untuk mencintai, menghormati, dan mengikuti ajaran beliau, karena beliau diutus bukan sebagai penguasa yang kejam, melainkan sebagai pembimbing yang penuh kasih sayang.
Setelah memuji sifat Nabi yang paripurna, ayat 129 memberikan instruksi krusial kepada Rasulullah ﷺ (dan secara implisit kepada seluruh umat) tentang bagaimana merespons penolakan atau pembangkangan. Ayat ini adalah penegasan tentang independensi perjuangan dari penerimaan manusia.
Frasa kunci pertama adalah "Fa in tawallaw" (Jika mereka berpaling). Ketika upaya persuasif dan pembuktian kasih sayang (seperti yang dijelaskan di ayat 128) tidak membuahkan hasil, respons yang diajarkan bukanlah keputusasaan atau pemaksaan, melainkan pengalihan total fokus kepada Sang Pencipta.
"Hasbiyallahu la ilaha illa Huwa" (Cukuplah Allah bagiku, tiada Tuhan selain Dia) adalah deklarasi tauhid yang menjadi benteng spiritual terkuat. Ini menegaskan bahwa sumber kekuatan, dukungan, dan pertolongan sejati hanya berasal dari Allah SWT. Jika seluruh manusia menolak, selama Allah mencukupi, maka itu sudah lebih dari cukup.
Dilanjutkan dengan penyerahan diri total: "'Alayhi tawakkaltu wa Huwa Rabbul 'Arsyil 'Azhim" (Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan Pemilik 'Arsy yang agung). Tawakal di sini bukan sekadar pasrah tanpa usaha, tetapi penyerahan hasil akhir kepada Dzat yang memiliki kekuasaan mutlak atas alam semesta (Rabbul 'Arsyil 'Azhim). Penyebutan 'Arsy yang Agung menegaskan keagungan Dzat yang menjadi sandaran.
Ayat 128 dan 129 Surah At-Taubah menawarkan dua pilar penting dalam kehidupan seorang Muslim. Pertama, pentingnya menghargai dan meneladani akhlak Rasulullah ﷺ sebagai teladan kasih sayang dan kepedulian. Kedua, prinsip bahwa dalam menghadapi kegagalan komunikasi, penolakan, atau kesulitan besar, seorang mukmin harus kembali kepada sumber kekuatan sejati: Allah SWT melalui tawakal yang kokoh. Ayat-ayat ini mengingatkan kita bahwa kemuliaan dan pertolongan datang bukan dari jumlah pengikut, melainkan dari kualitas hubungan dengan Sang Khalik.