Ilustrasi ayam dan telur untuk menggambarkan konsep.
Pertanyaan sederhana namun seringkali menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat awam: apakah ayam potong bertelur atau tidak? Banyak yang beranggapan bahwa ayam yang sengaja dibesarkan untuk diambil dagingnya tidak lagi memiliki kemampuan untuk bertelur. Namun, apakah anggapan ini sepenuhnya benar? Mari kita selami lebih dalam dunia perunggasan untuk memahami fakta di balik ayam potong dan siklus reproduksinya.
Secara umum, ketika kita berbicara tentang "ayam potong", kita merujuk pada jenis ayam yang dibiakkan secara khusus untuk tujuan konsumsi daging. Ayam ini dikenal dengan pertumbuhan yang cepat, penambahan bobot yang efisien, dan memiliki daging yang empuk. Ayam potong biasanya adalah hasil persilangan dari berbagai jenis ayam unggul yang dipilih berdasarkan karakteristik dagingnya. Di pasaran, ayam potong seringkali kita kenal dengan istilah Broiler.
Di sisi lain, "ayam petelur" adalah jenis ayam yang dibiakkan untuk menghasilkan telur konsumsi dalam jumlah besar. Ayam petelur memiliki karakteristik yang berbeda, seperti tubuh yang lebih ramping, tulang yang lebih ringan, dan fokus pada produksi hormon yang merangsang ovulasi. Ayam petelur yang paling umum dikenal adalah jenis Leghorn atau berbagai jenis ayam ras petelur lainnya.
Jawaban singkatnya adalah: ayam potong (Broiler) secara biologis tetap mampu bertelur, namun dalam praktik budidaya, mereka tidak diharapkan untuk bertelur dan jarang bahkan hampir tidak pernah bertelur.
Mengapa demikian? Perlu dipahami bahwa tujuan utama pembiakan ayam potong adalah untuk menghasilkan massa daging secepat mungkin. Mereka diberi pakan khusus yang kaya akan nutrisi untuk mempercepat pertumbuhan otot dan lemak. Proses seleksi dan persilangan yang dilakukan pada ayam potong lebih difokuskan pada kemampuan mereka untuk tumbuh besar dengan cepat dan efisien, bukan pada kemampuan reproduksi.
Ayam potong biasanya dipanen saat usianya masih relatif muda, yaitu antara 5 hingga 7 minggu. Pada usia ini, mereka sudah mencapai bobot ideal untuk dipasarkan sebagai daging. Dibandingkan dengan ayam petelur yang membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai kematangan reproduksi (sekitar 5-6 bulan untuk mulai bertelur), ayam potong sudah mencapai target panen sebelum mereka sempat mencapai usia produktif untuk bertelur.
Selain itu, manajemen pakan dan lingkungan kandang untuk ayam potong juga diatur sedemikian rupa untuk memaksimalkan produksi daging. Berbeda dengan ayam petelur yang membutuhkan formulasi pakan yang tepat untuk produksi telur dan lingkungan yang kondusif untuk bertelur, ayam potong diarahkan sepenuhnya untuk pertumbuhan badan.
Jika seekor ayam betina jenis broiler tidak dipanen dan dibiarkan hidup lebih lama, secara teoritis, mereka akan mencapai kematangan seksual dan berpotensi untuk bertelur. Namun, kemampuan bertelur ayam potong ini cenderung tidak seproduktif ayam petelur. Hormon dan metabolisme mereka sudah terbiasa dialihkan untuk pertumbuhan daging, bukan pembentukan telur yang efisien.
Kualitas dan jumlah telur yang dihasilkan pun mungkin tidak optimal. Hal ini karena ayam potong tidak dipilih berdasarkan genetik untuk produksi telur yang tinggi. Produksi telur pada ayam potong yang dibiarkan hidup lebih lama lebih merupakan "sisa" kemampuan biologisnya, bukan fungsi utamanya.
Jadi, untuk menjawab pertanyaan ini secara lugas: ayam potong yang dibeli di pasaran untuk dikonsumsi dagingnya, tidak bertelur. Mereka adalah ayam yang dibiakkan secara khusus untuk tujuan daging dan dipanen sebelum mencapai usia bertelur. Meskipun secara biologis ayam betina tetap memiliki potensi untuk bertelur, fokus budidaya dan siklus hidupnya membuat mereka tidak pernah sampai pada tahap tersebut dalam rantai produksi daging.
Perbedaan antara ayam potong dan ayam petelur sangatlah jelas dalam industri peternakan. Keduanya memiliki peran masing-masing yang krusial dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, baik itu daging ayam maupun telur ayam.