Indonesia, dengan kekayaan biodiversitasnya yang luar biasa, menjadi rumah bagi berbagai spesies burung endemik yang mempesona. Salah satunya adalah Ayam Hutan Hijau Jawa (Gallus gallus javanicus), sebuah mahakarya alam yang menghiasi hutan-hutan di Pulau Jawa. Burung ini, yang sering kali luput dari perhatian banyak orang, memegang peranan penting dalam ekosistem hutan dan memiliki keunikan morfologis serta perilaku yang menarik untuk dikaji. Namun, di balik keindahannya, spesies ini tengah menghadapi ancaman serius yang mengintai kelangsungan hidupnya.
Ayam Hutan Hijau Jawa memiliki penampilan yang mencolok, terutama pada jantan. Tubuhnya didominasi oleh warna hijau metalik yang berkilauan, terutama pada bulu leher, punggung, dan ekornya. Warna ini memberikan nama "hijau" pada spesies ini, dan menjadi ciri pembeda utamanya. Kepala jantan dihiasi dengan pial (jengger) merah cerah yang khas pada ayam, serta gelambir di bawah dagu. Ekornya panjang dan melengkung anggun, menambah kesan gagah.
Berbeda dengan jantan, betina memiliki warna yang lebih kusam, didominasi cokelat dan hitam berbintik. Penampilan ini berfungsi sebagai kamuflase yang efektif untuk melindungi diri dan sarangnya dari predator saat berada di lantai hutan. Ukuran Ayam Hutan Hijau Jawa umumnya lebih kecil dibandingkan ayam peliharaan, namun memiliki postur yang ramping dan gesit. Keanggunan gerakannya saat berlari atau terbang rendah di antara semak belukar adalah pemandangan yang menawan bagi siapa pun yang beruntung menyaksikannya.
Spesies ini mendiami berbagai tipe habitat hutan, mulai dari hutan tropis dataran rendah hingga hutan pegunungan yang lebih lembap. Keberadaan hutan yang rimbun dengan tutupan kanopi yang padat sangat penting bagi kelangsungan hidup mereka. Ayam Hutan Hijau Jawa adalah burung yang cenderung pemalu dan menghindari kontak langsung dengan manusia. Mereka aktif mencari makan di pagi dan sore hari, menjelajahi lantai hutan untuk mencari biji-bijian, serangga, buah-buahan kecil, dan tunas tumbuhan.
Dalam kehidupannya, mereka sering kali hidup dalam kelompok kecil yang terdiri dari beberapa ekor betina dan satu jantan. Jantan akan melindungi wilayahnya dan kelompoknya dari ancaman predator. Suara panggilan khas mereka, yang terdengar seperti kokok atau seruan nyaring, biasanya terdengar saat fajar menyingsing atau senja menjelang, berfungsi untuk komunikasi antar individu dalam kelompok maupun sebagai penanda wilayah. Musim kawin biasanya diiringi dengan ritual kawin yang menarik, di mana jantan akan memamerkan keindahan bulunya dan melakukan tarian di hadapan betina.
Sayangnya, keindahan dan keunikan Ayam Hutan Hijau Jawa kini terancam oleh berbagai faktor. Kerusakan dan fragmentasi habitat akibat alih fungsi lahan untuk pertanian, perkebunan, dan pembangunan menjadi ancaman utama. Hilangnya hutan berarti hilangnya sumber makanan, tempat berlindung, dan area perkembangbiakan bagi spesies ini.
Selain itu, perburuan liar untuk diperdagangkan sebagai hewan peliharaan eksotis atau untuk diambil dagingnya juga terus meningkat. Kebutuhan pasar gelap terhadap burung langka semakin mendorong praktik perburuan yang ilegal. Tingkat reproduksi Ayam Hutan Hijau Jawa yang relatif lambat membuat populasi mereka sulit pulih dari tekanan perburuan dan kehilangan habitat. Jika tidak ada upaya konservasi yang efektif, spesies ikonik ini berisiko punah dari alam liar.
Kesadaran akan pentingnya pelestarian Ayam Hutan Hijau Jawa semakin meningkat. Berbagai pihak, mulai dari pemerintah, lembaga konservasi, hingga masyarakat lokal, berupaya melakukan langkah-langkah untuk melindungi spesies ini. Beberapa upaya yang dilakukan meliputi:
Ayam Hutan Hijau Jawa adalah salah satu permata alam Indonesia yang patut kita jaga kelestariannya. Upaya kolektif dari semua pihak sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa keindahan dan keberadaan spesies ini dapat terus dinikmati oleh generasi mendatang, lestari di tengah rimbunnya hutan Jawa. Melindungi Ayam Hutan Hijau Jawa berarti melindungi sebagian dari warisan alam Indonesia yang tak ternilai harganya.