Keunikan At-Taubah: Mengapa Surat Ini Dimulai Tanpa Basmalah?

| At-Taubah

Ilustrasi: Keunikan Surat At-Taubah

Sebuah Pengecualian dalam Al-Qur'an

Di antara sebelas surat dalam mushaf Al-Qur'an yang diawali dengan kalimat 'Bismillāhirraḥmānirraḥīm' (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang), terdapat satu surat yang berdiri sebagai pengecualian agung: Surah At-Taubah (Surah ke-9). Surat ini dimulai langsung dengan firman Allah, tanpa didahului oleh Basmalah. Fenomena ini telah menjadi pembahasan mendalam di kalangan ulama tafsir dan hukum Islam selama berabad-abad. Keadaan "At Taubah tanpa Basmalah" ini bukanlah sebuah kelalaian, melainkan mengandung hikmah dan makna yang mendalam terkait konteks penurunan surat tersebut.

Mayoritas ulama, termasuk Imam Syafi'i, berpendapat bahwa Basmalah adalah bagian dari setiap surat, kecuali At-Taubah. Sementara sebagian kecil ulama lain, seperti Abu Hanifah, berpendapat bahwa Basmalah adalah ayat pembuka setiap surat dan tidak adanya Basmalah di awal At-Taubah adalah karena surat ini merupakan kelanjutan dari surat sebelumnya, yaitu Al-Anfal. Namun, pandangan yang paling kuat dan diterima secara luas adalah yang berkaitan dengan substansi dan konteks historis Surah At-Taubah.

Konteks Penurunan: Deklarasi Pemutusan Hubungan

Hikmah utama mengapa Surah At-Taubah tidak diawali Basmalah berkaitan erat dengan topik sentral surat ini. Surat At-Taubah diturunkan setelah peristiwa penting dalam sejarah Islam, khususnya terkait dengan perjanjian damai dengan kaum musyrikin Mekah yang telah dilanggar. Surat ini berisi deklarasi pemutusan perjanjian secara tegas oleh Allah dan Rasul-Nya kepada kaum musyrikin yang terus melanggar janji, serta perintah untuk memerangi mereka yang masih ingkar, kecuali mereka yang telah menepati janji atau beriman.

Intisari Perspektif Ulama: Basmalah merupakan simbol rahmat (Rahmat) dan kasih sayang (Rahman dan Rahim). Mengawali surat yang berisi perintah tegas, peringatan keras, dan deklarasi perang (meskipun bersifat defensif dan terukur) dengan kalimat rahmat dianggap tidak sesuai dengan sifat pemberitahuan yang diusung surat tersebut. Surat ini dibuka dengan pernyataan keseriusan dan pemisahan yang jelas antara kebenaran dan kebatilan.

At-Taubah sebagai Penutup dan Penegas

Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Surah At-Taubah diturunkan sebagai "penutup" (bukan dalam arti urutan kronologis, tetapi dalam arti penegasan) terhadap urusan-urusan perang dan perjanjian. Ia datang sebagai penetap akhir bagi urusan-urusan yang belum selesai pada surat sebelumnya, yaitu Al-Anfal, yang juga banyak membahas tentang peperangan (seperti Perang Badar dan Uhud).

Jika Surah Al-Anfal dibuka dengan rahmat Allah dalam kemenangan, Surah At-Taubah dibuka dengan peringatan langsung: "Ini adalah pernyataan pemutusan ikatan (perjanjian) dari Allah dan Rasul-Nya kepada orang-orang musyrikin yang kalian telah adakan perjanjian dengan mereka." Kalimat pembuka yang lugas dan tanpa basa-basi ini menunjukkan urgensi dan sifat final dari pesan yang dibawa. Basmalah, yang merupakan jaminan keamanan dan rahmat, ditiadakan sementara untuk menegaskan bahwa pada momen itu, fokus utamanya adalah penegakan keadilan ilahi dan pemisahan yang tegas.

Persamaan dengan Al-Fatihah

Uniknya, satu-satunya surat yang juga tidak diawali Basmalah adalah Surah Al-Fatihah, pembuka Al-Qur'an. Namun, alasannya berbeda. Al-Fatihah diawali dengan pujian dan pengagungan Allah, sehingga Basmalah dianggap mubazir (berlebihan) karena substansi rahmat sudah terkandung di dalamnya. Sementara At-Taubah tidak diawali Basmalah karena substansi surat tersebut adalah penegasan hukum dan pemutusan hubungan.

Maka, tidak adanya Basmalah di awal Surah At-Taubah bukanlah kekurangan, melainkan penanda khusus yang menunjukkan bahwa surat tersebut memiliki karakter unik dan urgensi kontekstual yang sangat spesifik. Ini adalah pelajaran tentang bagaimana Islam sangat memperhatikan konteks (asbabul nuzul) dalam penetapan hukum dan tata cara pembacaan wahyu suci. Dengan memahami konteks ini, seorang Muslim dapat menghargai kedalaman tata bahasa Al-Qur'an yang sangat memperhatikan kesesuaian antara ucapan pembuka dan isi pesan yang disampaikan.