Surah At-Taubah (Tawbah), yang berarti "Pertaubatan," adalah surah ke-9 dalam Al-Qur'an. Surah ini memiliki keunikan karena tidak diawali dengan kalimat pembuka "Bismillahirrahmanirrahim." Ayat 1 hingga 10 dari surah ini merupakan bagian yang sangat penting, terutama karena konteksnya yang erat kaitannya dengan pembatalan perjanjian damai yang telah dibuat sebelumnya antara umat Islam dan kaum musyrikin Makkah yang terus melanggar janji tersebut. Ayat-ayat ini menegaskan ketegasan dalam prinsip agama dan perlunya membedakan antara komitmen yang tulus dan pengkhianatan.
Memahami sepuluh ayat pertama ini memberikan fondasi tentang bagaimana Islam memperlakukan komitmen, terutama dalam situasi konflik dan perjanjian politik. Ini bukan sekadar perintah militer, melainkan sebuah deklarasi prinsip keadilan dan kejujuran dalam hubungan antarnegara atau antarkelompok.
1. (Inilah) pernyataan pemutusan perjanjian dari Allah dan Rasul-Nya kepada orang-orang musyrikin yang telah kamu adakan perjanjian dengan mereka.
Ayat pertama ini adalah deklarasi resmi. Allah dan Rasul-Nya secara tegas menyatakan pembatalan semua perjanjian yang ada dengan kaum musyrikin yang terbukti melanggar atau tidak dapat dipercaya. Ini menandai akhir dari masa toleransi bagi pengkhianat perjanjian.
2. Maka berjalanlah kamu (hai orang-orang musyrikin) di muka bumi selama empat bulan, dan ketahuilah bahwa kamu sekali-kali tidak dapat melemahkan Allah, dan bahwasanya Allah menghinakan orang-orang kafir.
Diberikan tenggat waktu empat bulan bagi mereka untuk menentukan sikap. Masa ini adalah masa jeda agar mereka dapat berpikir ulang atau mempersiapkan diri. Ayat ini juga mengingatkan bahwa kekuatan absolut hanya milik Allah, dan kekuasaan manusia fana.
3. Dan (ini adalah) pengumuman dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari Raya Haji Akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Maka jika kamu bertobat, itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah, bahwa kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.
Pengumuman penting ini disampaikan pada Hari Raya Haji Akbar (kemungkinan Idul Adha tahun itu), yang menunjukkan sifatnya yang universal dan final. Pintu tobat masih terbuka, namun jika mereka memilih perlawanan, ancaman azab yang pedih telah menanti.
4-5. (Pengecualian) kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian dengan mereka, kemudian mereka tidak mengurangi sedikit pun (kewajibanmu) dan tidak (pula) mereka mendukung seseorang yang memusuhimu, maka penuhilah perjanjian itu dengan mereka sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (4) Apabila sudah habis bulan-bulan suci itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana pun kamu menemuinya dan tangkaplah mereka dan kepunglah mereka dan awasilah mereka di setiap tempat penantian. Akan tetapi jika mereka bertobat, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, maka berilah jalan kepada mereka untuk mencari jalan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (5)
Ayat 4 menunjukkan prinsip keadilan Islam: perjanjian harus dihormati jika pihak lain memenuhinya. Namun, setelah masa tenggang berakhir (Ayat 5), bagi mereka yang tidak menepati janji dan tetap memerangi, tindakan tegas harus dilakukan. Fokus utama dari penyerangan adalah penindasan permusuhan, bukan sekadar pembunuhan tanpa alasan, karena pintu tobat dan penerimaan Islam (ditandai dengan salat dan zakat) selalu terbuka.
6-10. (Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka berikanlah perlindungan kepadanya sehingga ia sempat mendengar firman Allah. Kemudian sampaikanlah ia ke tempat amannya. Demikian itu karena mereka adalah kaum yang tidak mengetahui.) Bagaimana mungkin bagi orang-orang musyrikin untuk memiliki perjanjian di sisi Allah dan Rasul-Nya, kecuali orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian dengan mereka di Masjidilharam? Maka selama mereka berlaku lurus kepadamu, berlaku jugalah lurus kamu kepada mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (Bagaimana mungkin (mereka mendapat perlindungan), padahal jika mereka menang, mereka tidak menghormati seorang pun kerabat (Yahudi dan Nasrani) dan tidak pula (menjaga) perjanjian denganmu? Mereka menyenangkan hatimu dengan ucapan, padahal hati mereka menolak. Dan kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.) Mereka memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga murah, lalu mereka berpaling dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kerjakan itu. Mereka tidak menghormati seorang kerabat pun dan tidak (menepati) perjanjian dalam (hubungan dengan) orang-orang yang beriman. Dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (9) Jika mereka bertobat, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, maka mereka adalah saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. (10)
Ayat 6 menekankan perlindungan sementara bagi mereka yang mencari perlindungan untuk memahami Islam, menunjukkan bahwa dakwah adalah prioritas. Ayat 7 hingga 10 menjelaskan mengapa perjanjian dengan mayoritas musyrikin batal: mereka tidak menghormati perjanjian, bertindak fasik, dan lebih mengutamakan keuntungan duniawi (memperjualbelikan ayat Allah). Namun, jika mereka berubah total, mereka diterima sebagai saudara seiman, menegaskan bahwa akidah dan praktik ibadah adalah dasar persaudaraan, bukan keturunan atau status sosial sebelumnya.
Sepuluh ayat pertama Surah At-Taubah ini mengandung beberapa pelajaran mendasar: