Ketersediaan akses terhadap kitab suci umat Islam, Al-Qur'an, merupakan hak fundamental bagi setiap Muslim. Namun, bagi komunitas Tuli dan mereka yang menggunakan Bahasa Isyarat (seperti Bisindo di Indonesia atau ASL di Amerika), akses ini seringkali menghadapi hambatan signifikan. Inilah mengapa inisiatif untuk menciptakan Al-Qur'an Bahasa Isyarat menjadi sangat krusial dan merupakan bentuk nyata dari inklusivitas dalam beragama.
Mengapa Penerjemahan Penting?
Al-Qur'an adalah teks yang kaya akan makna filosofis, hukum, dan spiritual. Pemahaman mendalam memerlukan translasi yang akurat, bukan hanya kata per kata, tetapi juga menangkap konteks dan nuansa teologisnya. Bagi komunitas Tuli, bahasa lisan atau tulisan konvensional (seperti Latin) seringkali kurang efektif sebagai medium utama komunikasi. Bahasa isyarat, dengan struktur gramatikalnya yang unik, menawarkan cara yang lebih intuitif dan alami untuk menyerap ajaran Islam.
Ketika ayat-ayat suci diterjemahkan ke dalam bahasa isyarat, ini bukan sekadar penerjemahan linguistik. Ini adalah proses adaptasi budaya dan spiritual yang memungkinkan seorang Muslim Tuli untuk melakukan tadabbur (merenung) dan ibadah secara penuh. Mereka dapat mengikuti khutbah, mempelajari tafsir, dan memahami janji serta ancaman Allah SWT tanpa ketergantungan total pada penerjemah lisan yang mungkin tidak selalu tersedia.
Tantangan dalam Penciptaan
Pengembangan Al-Qur'an Bahasa Isyarat bukanlah tugas yang mudah. Ada beberapa tantangan mendasar yang harus diatasi oleh para perintis. Pertama, leksikon keagamaan dalam bahasa isyarat seringkali belum baku atau bahkan belum ada. Kata-kata seperti 'Tauhid', 'Syariah', 'Akhirat', atau nama-nama spesifik dalam Al-Qur'an memerlukan isyarat yang disepakati bersama yang memiliki padanan makna spiritual yang kuat.
Kedua, struktur kalimat dalam bahasa isyarat berbeda jauh dari tata bahasa Indonesia atau Arab. Penerjemah harus mampu menyusun urutan isyarat yang mempertahankan keindahan balaghah (retorika) Al-Qur'an sambil tetap mengikuti kaidah bahasa isyarat yang berlaku. Kesalahan dalam penandaan isyarat dapat mengubah makna teologis secara drastis, sebuah risiko yang harus dihindari dalam penerjemahan teks suci.
Inisiatif dan Perkembangan Positif
Meskipun tantangan tersebut nyata, semangat komunitas dan para pegiat inklusivitas terus mendorong kemajuan. Di berbagai belahan dunia, telah muncul proyek-proyek video yang menerjemahkan surat-surat pendek hingga juz-juz tertentu ke dalam bahasa isyarat lokal. Para ahli tafsir yang juga memahami bahasa isyarat memainkan peran kunci dalam memvalidasi setiap isyarat yang digunakan.
Tujuan akhir dari gerakan Al-Qur'an Bahasa Isyarat adalah menciptakan sumber daya digital yang komprehensif—mungkin dalam bentuk aplikasi atau platform web—di mana setiap Muslim Tuli dapat mengakses seluruh isi Al-Qur'an kapan saja. Ini memastikan bahwa pesan ilahi dapat diterima secara langsung, memperkuat koneksi spiritual individu dengan Tuhannya, dan menegaskan bahwa Islam adalah agama yang merangkul semua ciptaan-Nya tanpa diskriminasi atas kemampuan fisik. Aksesibilitas ini adalah cerminan sejati dari rahmat universal Islam.