Aksara Sunda, yang juga dikenal sebagai Carakan, merupakan salah satu sistem penulisan tradisional yang kaya dan memiliki nilai historis tinggi di Indonesia. Warisan budaya ini merepresentasikan identitas masyarakat Sunda di Jawa Barat dan Banten. Meskipun sempat mengalami masa suram, kini upaya pelestarian sedang digalakkan agar generasi muda dapat mengenal dan menggunakannya kembali.
Aksara Sunda merupakan turunan dari aksara Brahmi di India, sama seperti banyak aksara lain di Nusantara. Pada masa Kerajaan Sunda (hingga abad ke-16), aksara ini digunakan secara luas untuk mencatat prasasti, naskah kuno, dan dokumen pemerintahan. Perkembangan signifikan terlihat pada masa Kerajaan Pajajaran. Namun, setelah Islam masuk dan dominasi politik bergeser, penggunaannya perlahan digantikan oleh aksara Latin dan pegon.
Secara fundamental, aksara Sunda adalah aksara abugida, yang berarti setiap huruf dasarnya membawa bunyi vokal inheren 'a'. Untuk mengubah bunyi vokal tersebut, digunakanlah berbagai tanda diakritik yang disebut sandangan. Sistem ini menuntut ketelitian tinggi dalam penulisannya.
Sistem penulisan Aksara Sunda modern yang baku terdiri dari 47 aksara, dibagi menjadi beberapa kategori utama: Aksara Dasar (Aksara Ngalagena), Aksara Swara (Vokal Mandiri), dan Sandangan. Berikut adalah ringkasan dari aksara dasar yang wajib dipelajari untuk membaca dan menulis dalam aksara Sunda.
| No. | Aksara | Transliterasi | Bunyi |
|---|---|---|---|
| 1 | ᮄ | ha | /a/ (inheren) |
| 2 | ᮃ | ka | /ka/ |
| 3 | ᮅ | ga | /ga/ |
| 4 | ᮆ | nga | /nga/ |
| 5 | ᮇ | ca | /ca/ |
| 6 | ᮈ | ja | /ja/ |
| 7 | ᮉ | nya | /nya/ |
| 8 | ᮊ | ta | /ta/ |
| 9 | ᮋ | da | /da/ |
| 10 | ᮌ | na | /na/ |
Tabel di atas hanya sebagian kecil. Terdapat hingga 32 aksara dasar yang harus dikuasai. Penting untuk dicatat bahwa beberapa aksara memiliki bentuk dasar yang sama namun berbeda dalam penempatan sandangan untuk menghasilkan vokal yang berbeda (misalnya, vokal i, u, e, o).
Komponen paling vital dalam Aksara Sunda adalah Sandangan. Tanpa sandangan, semua aksara akan dibaca dengan vokal inheren 'a'. Sandangan dibagi menjadi tiga jenis:
Keteraturan dan keindahan visual aksara ini seringkali menjadi daya tarik tersendiri. Ketika ditulis berdampingan, aksara Sunda memiliki harmoni visual yang khas, sering digambarkan menyerupai sulur tanaman atau guratan alam.
Menyadari potensi hilangnya warisan ini, pemerintah daerah Jawa Barat telah mengeluarkan regulasi yang mendorong penggunaan Aksara Sunda dalam berbagai medium publik. Pemasangan plang nama jalan, papan informasi di gedung pemerintahan, hingga integrasi dalam kurikulum sekolah menjadi langkah konkret.
Digitalisasi juga memegang peranan krusial. Pengembangan font Aksara Sunda yang kompatibel dengan perangkat modern memungkinkan penulisan digital yang lebih mudah. Selain itu, banyak komunitas dan pegiat budaya yang aktif mengadakan lokakarya dan pelatihan menulis aksara sunda lengkap, memastikan bahwa warisan ini tidak hanya dibaca, tetapi juga dipraktikkan oleh generasi penerus. Mempelajari aksara ini adalah upaya menghormati akar sejarah dan kekayaan linguistik Nusantara.