Mengenal Aksara Hangul: Keindahan Bahasa Korea

Aksara Hangul, atau yang sering kita kenal sebagai sistem penulisan bahasa Korea, adalah salah satu sistem fonetik paling logis dan ilmiah di dunia. Tidak seperti aksara berbasis ideogram atau aksara yang perkembangannya memakan waktu ribuan tahun, Hangul diciptakan secara sengaja dalam waktu singkat oleh Raja Sejong Agung pada abad ke-15. Keunikan ini menjadikannya objek studi yang menarik bagi para ahli bahasa dan budaya di seluruh dunia.

Sebelum adanya Hangul, masyarakat Korea menggunakan aksara Tiongkok kuno yang disebut Hanja. Hanja sangat kompleks dan hanya bisa dikuasai oleh kalangan bangsawan atau cendekiawan yang memiliki waktu luang untuk belajar. Akibatnya, mayoritas rakyat jelata tidak bisa membaca atau menulis, sebuah situasi yang sangat menghambat perkembangan sosial dan pendidikan. Menyadari kesulitan ini, Raja Sejong Agung bertekad menciptakan sistem penulisan yang mudah dipelajari oleh siapa pun, dari petani hingga putri raja.

Penciptaan yang Berbasis Sains

Proses penciptaan Hangul sangat didasarkan pada prinsip fonetik dan bahkan sedikit anatomi. Raja Sejong dan timnya merancang konsonan untuk mereplikasi bentuk organ bicara saat suara tersebut diucapkan. Misalnya, konsonan dasar 'ㄱ' (giyeok) menyerupai bentuk lidah yang menyentuh langit-langit mulut saat mengucapkan suara 'k' atau 'g'. Demikian pula, konsonan 'ㄴ' (nieun) merepresentasikan posisi lidah saat mengucapkan 'n'.

Sementara itu, vokal diciptakan berdasarkan filosofi kosmologi Timur: titik (surga), garis datar (bumi), dan garis tegak (manusia). Vokal dasar adalah 'ㅏ' (a), 'ㅓ' (eo), dan 'ㅣ' (i). Vokal kompleks lainnya dibentuk dengan menggabungkan garis-garis dasar ini. Filosofi ini menunjukkan bahwa Hangul tidak hanya sekadar alat komunikasi, tetapi juga cerminan pandangan dunia Korea kuno.

Contoh kata: 안녕하세요 (Annyeonghaseyo)

Struktur Blok Suku Kata

Salah satu aspek paling mencolok dari aksara Hangul adalah strukturnya. Huruf-huruf tidak ditulis berurutan seperti alfabet Latin (misalnya A-B-C). Sebaliknya, mereka disusun menjadi blok suku kata. Setiap blok harus terdiri dari setidaknya satu konsonan dan satu vokal, dan dapat diikuti oleh konsonan penutup (batchim).

Misalnya, kata "Hangul" ditulis sebagai 한글. '한' (Han) terdiri dari H (ㅎ), A (ㅏ), dan N (ㄴ) yang disusun dalam satu blok. '글' (Gul) terdiri dari G (ㄱ), U (ㅡ), dan L (ㄹ). Susunan blok ini membuat tulisan Korea terlihat lebih kompak dan estetis. Karena sistem ini berbasis suku kata, pembaca yang terbiasa dapat memproses seluruh suku kata sekaligus, bukan membaca huruf demi huruf.

Kemudahan belajar ini terbukti sangat berhasil. Konon, orang dewasa yang rajin dapat menguasai seluruh sistem Hangul hanya dalam waktu singkat, bahkan hanya beberapa hari. Ini adalah prestasi luar biasa yang jarang terjadi pada sistem penulisan historis lainnya.

Warisan dan Relevansi Modern

Hingga saat ini, Hangul tetap menjadi fondasi identitas budaya Korea, baik di Korea Selatan maupun Korea Utara (meskipun dengan sedikit perbedaan ortografi). Dalam era digital, keunggulan fonetik Hangul sangat cocok dengan teknologi modern. Mengetik di ponsel atau komputer menggunakan metode input Hangul sangat cepat dan efisien karena pemetaan suara ke simbolnya yang langsung.

Sejak penciptaannya, Hangul telah dihormati sebagai pencapaian intelektual besar. Aksara ini memfasilitasi literasi massal, menjadi mesin pendorong kemajuan sosial dan budaya Korea yang luar biasa dalam beberapa dekade terakhir. Keindahan, logika, dan kesederhanaan aksara Hangul menjadikannya salah satu sistem penulisan terhebat yang pernah diciptakan manusia.

Memahami Hangul bukan hanya tentang mempelajari cara membaca bahasa Korea; ini adalah langkah awal untuk mengapresiasi kekayaan sejarah dan pemikiran di balik budaya Korea yang kini mendunia.