Ketika berbicara tentang panggilan ibadah dalam Islam, pikiran kita umumnya langsung tertuju pada lafal Adzan standar berbahasa Arab yang universal. Namun, di berbagai belahan dunia, panggilan suci ini seringkali diadaptasi sesuai dengan konteks budaya dan bahasa lokal. Salah satu variasi yang menarik perhatian adalah apa yang sering disebut sebagai Adzan Kurdi.
Pertanyaan mendasar yang sering muncul adalah: Adzan Kurdi adalah? Secara esensial, Adzan Kurdi adalah seruan untuk salat yang dilantunkan menggunakan bahasa Kurdi, bukan bahasa Arab. Meskipun teks dasarnya merujuk pada pesan keesaan Allah dan ajakan untuk salat, penggantian bahasa Arab dengan bahasa Kurdi dilakukan agar pesan tersebut lebih mudah dipahami dan dirasakan secara mendalam oleh komunitas penutur bahasa Kurdi yang tersebar di Turki, Iran, Irak, dan Suriah.
Ilustrasi visualisasi resonansi panggilan suci.
Mengapa Muncul Bahasa Lokal dalam Adzan?
Adzan (atau Azan) secara harfiah berarti 'pemberitahuan'. Tujuan utamanya adalah mengumumkan waktu salat telah tiba. Meskipun mayoritas ulama sepakat bahwa teks Adzan harus menggunakan bahasa Arab—bahasa wahyu Al-Qur'an—beberapa wilayah Muslim dengan populasi minoritas bahasa yang besar telah mengambil pendekatan adaptif.
Dalam konteks Kurdi, penggunaan bahasa lokal dalam Adzan sering kali dilihat sebagai bentuk pemeliharaan identitas budaya dan bahasa di samping ketaatan agama. Ketika seorang muazin melantunkan "Allahu Akbar" dalam bahasa Kurdi, makna ketuhanan dan kebesaran Tuhan tersampaikan secara langsung tanpa hambatan bahasa bagi pendengar lokal. Ini menciptakan kedekatan emosional yang lebih kuat dibandingkan hanya mendengar seruan yang sepenuhnya asing secara linguistik.
Struktur dan Isi Adzan Kurdi
Secara struktural, Adzan Kurdi mengikuti pola lima lafal utama Adzan Arab. Hanya saja, bagian-bagian seperti 'Asyhadu an laa ilaaha illallaah' diganti dengan padanannya dalam bahasa Kurdi. Misalnya, dalam beberapa dialek Kurdi, seruan tersebut mungkin menggunakan frasa yang berarti "Saya bersaksi tiada Tuhan selain Allah," yang diucapkan dengan fonetik Kurdi.
Perbedaan paling signifikan adalah dalam lafal 'Hayya 'alas-salah' (Mari shalat) dan 'Hayya 'alal-falah' (Mari menuju kemenangan). Dalam versi Kurdi, seruan ini diterjemahkan secara kontekstual. Meskipun demikian, penting untuk dicatat bahwa di banyak masjid di kawasan Kurdi, Adzan tetap dilakukan dalam bahasa Arab sesuai mazhab mayoritas, sementara lantunan doa atau *takbir* tambahan setelah Adzan (iqamah) atau khutbah bisa menggunakan bahasa Kurdi. Namun, ketika kita membahas "Adzan Kurdi," kita merujuk pada interpretasi di mana seluruh teks inti Adzan diadaptasi.
Kontroversi dan Penerimaan di Komunitas Muslim
Penggunaan bahasa lokal, termasuk bahasa Kurdi, dalam Adzan bukanlah isu tanpa perdebatan teologis. Pandangan arus utama dalam Islam Sunni cenderung mempertahankan Adzan dalam bahasa Arab, merujuk pada praktik Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Mereka berargumen bahwa keseragaman bahasa dalam ritual ibadah adalah bagian dari persatuan umat Islam global.
Namun, di sisi lain, terdapat mazhab pemikiran yang lebih fleksibel (seringkali dipengaruhi oleh konteks politik dan sosial di mana etnis Kurdi berada) yang membolehkan atau bahkan mendorong penggunaan bahasa ibu dalam Adzan, terutama jika hal itu bertujuan untuk menyampaikan pesan ketuhanan secara lebih efektif kepada masyarakat yang mungkin tidak mengerti bahasa Arab. Mereka berargumen bahwa tujuan utama Adzan adalah komunikasi, dan jika bahasa lokal memfasilitasi komunikasi tersebut, maka itu sah.
Adzan Kurdi dalam Konteks Budaya dan Politik
Di wilayah Kurdi yang memiliki sejarah panjang perjuangan identitas, bahasa Kurdi sendiri sering kali menjadi simbol resistensi budaya. Oleh karena itu, ketika Adzan dilantunkan dalam bahasa Kurdi, ia tidak hanya berfungsi sebagai panggilan ibadah, tetapi juga sebagai penegasan eksistensi dan kebanggaan identitas Kurdi di ruang publik spiritual mereka.
Fenomena ini menyoroti keragaman indah dalam praktik Islam di seluruh dunia. Meskipun ada perbedaan tekstual dalam seruan ibadah, inti dari Adzan—yaitu tauhid dan panggilan menuju ketaatan—tetap utuh. Adzan Kurdi adalah bukti bagaimana iman berinteraksi dengan identitas etnis dan bahasa, menciptakan bentuk spiritualitas yang unik namun tetap berakar pada ajaran Islam fundamental.
Bagi penutur bahasa Kurdi, mendengar seruan yang mereka pahami sepenuhnya memungkinkan mereka untuk terhubung dengan ritual salat sejak detik pertama, menjadikannya momen yang lebih personal dan bermakna dalam kehidupan sehari-hari mereka.