Istilah "adzan" secara umum dikenal merujuk pada panggilan salat dalam tradisi Islam. Namun, dalam konteks yang lebih luas mengenai panggilan ritual atau seruan keagamaan, tradisi Kristen Ortodoks Timur juga memiliki padanannya yang unik, meskipun tidak secara harfiah disebut "adzan". Panggilan ini lebih dikenal sebagai seruan doa, bunyi lonceng gereja, atau tradisi liturgis tertentu yang berfungsi memanggil umat untuk berkumpul dalam ibadah.
Untuk memahami fenomena ini dalam lingkup Kristen Ortodoks, kita perlu melihat bagaimana komunikasi spiritual dan panggilan komunal dilakukan. Berbeda dengan adzan yang spesifik waktunya lima kali sehari, panggilan dalam Ortodoksi seringkali terkait dengan waktu-waktu ibadah utama seperti Vesper (sore), Matins (pagi sebelum Misa/Liturgi Ilahi), dan panggilan selama masa Prapaskah.
Peran Lonceng Gereja sebagai Panggilan Utama
Peralatan utama yang digunakan untuk memanggil umat dalam tradisi Kristen Ortodoks adalah lonceng gereja. Bunyi lonceng ini memiliki makna teologis yang mendalam. Lonceng tidak hanya berfungsi sebagai penanda waktu, tetapi juga sebagai suara yang mengundang jiwa untuk beristirahat dari kesibukan duniawi dan memasuki kekhusyukan doa. Cara membunyikan lonceng (ritme dan durasi) seringkali bervariasi tergantung pada hari raya atau masa liturgi yang sedang berlangsung.
Misalnya, pada Malam Paskah atau sebelum Liturgi Ilahi besar, dentingan lonceng yang panjang dan merdu menandakan kesiapan umat untuk menerima sakramen agung. Dalam konteks ini, lonceng adalah "suara" yang mengingatkan bahwa waktu kudus telah tiba, mirip dengan fungsi pengingat yang dibawa oleh adzan.
Tradisi Penggunaan Trompet dan Seruan Liturgis
Selain lonceng, dalam beberapa biara atau gereja Ortodoks tertentu, terutama di Timur Tengah atau kawasan Balkan, terdapat tradisi kuno menggunakan alat musik tiup seperti trompet atau *shofar* (meskipun penggunaannya jauh berbeda dari tradisi Yahudi) untuk memanggil para biarawan atau komunitas kecil menuju kantor-kantor doa harian. Seruan ini seringkali lebih personal dan intensif dibandingkan dentingan lonceng besar di kota.
Ilustrasi simbolis lonceng gereja Ortodoks.
Panggilan dalam Struktur Doa Harian (Horologion)
Dalam kehidupan monastik Ortodoks, struktur doa harian yang dikenal sebagai *Horologion* sangat ketat. Panggilan untuk setiap jam doa (seperti *Vespers*, *Compline*, *Matins*, dan *Hours* lainnya) dilakukan secara sistematis. Meskipun tidak ada muazin yang berseru dari menara, para biarawan akan membaca secara bergantian atau membunyikan lonceng kecil untuk menandakan pergantian kantor doa.
Inti dari panggilan dalam Kristen Ortodoks adalah ajakan untuk *theosis* (penyatuan dengan Tuhan) melalui doa yang berkelanjutan. Ini berbeda dari adzan Islam yang secara eksplisit menyatakan tauhid dan kenabian Muhammad. Panggilan Ortodoks bersifat lebih inklusif terhadap seluruh ritual yang akan dilaksanakan, berfokus pada pemujaan Tritunggal Mahakudus.
Perbedaan Konseptual dengan Adzan Islam
Meskipun keduanya berfungsi sebagai panggilan ritual, terdapat perbedaan mendasar. Adzan (seruan salat) adalah deklarasi keesaan Tuhan dan kenabian Muhammad yang terstruktur dan diulang lima kali sehari pada waktu yang tetap, disampaikan dengan vokal oleh seorang muazin. Sebaliknya, panggilan dalam Ortodoksi (terutama melalui lonceng) bersifat lebih musikal, simbolis, dan terikat pada kalender liturgi yang dinamis, bukan deklarasi syahadat publik.
Dalam beberapa tradisi Ortodoks yang berinteraksi langsung dengan budaya Islam, misalnya di Yunani atau Timur Tengah, penyesuaian historis mungkin terjadi dalam hal waktu panggilan agar tidak berbenturan atau, sebaliknya, meniru struktur waktu publik. Namun, substansi teologis dan cara penyampaiannya tetap berbeda, mencerminkan identitas iman masing-masing.
Kesimpulan
Meskipun istilah "adzan kristen ortodoks" bukanlah terminologi yang akurat secara liturgis, konsep panggilan komunal untuk ibadah sangat kuat dalam tradisi Ortodoks. Ini diwujudkan melalui dentingan lonceng yang sakral, seruan dalam kitab doa kuno (*Horologion*), dan pengorganisasian waktu liturgi yang ketat. Panggilan ini adalah jembatan akustik antara kehidupan duniawi dan kekudusan gereja, mengundang umat untuk kembali kepada Kristus melalui doa dan persekutuan sakramental.