Ungkapan Syukur dan Kebahagiaan dalam Islam

Syukur

Ilustrasi kebahagiaan dan rasa syukur.

Kebahagiaan sejati dalam ajaran Islam bukanlah sekadar euforia sesaat, melainkan sebuah keadaan batin yang damai dan hadirnya keridhaan (ridha) terhadap ketetapan Allah SWT. Ketika kita merasakan puncak kebahagiaan, baik karena pencapaian duniawi maupun karunia Ilahi, Islam mengajarkan kita untuk senantiasa menyalurkan luapan emosi tersebut melalui ucapan dan tindakan yang mendekatkan diri kepada-Nya.

Mengapa Kita Perlu Mengucapkan Rasa Bahagia dalam Islam?

Rasa syukur (syukur) adalah inti dari respons seorang Muslim terhadap nikmat. Nikmat bisa berupa kesehatan, rezeki, keluarga, bahkan ujian yang pada hakikatnya mengandung hikmah. Ketika kebahagiaan datang, melupakan sumber nikmat tersebut adalah kelalaian. Oleh karena itu, mengungkapkan kebahagiaan harus selalu dibarengi dengan pengakuan bahwa segala kebaikan berasal dari Allah.

Mengucap syukur adalah bentuk ibadah. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur'an, di mana Allah SWT berfirman:

"Dan sungguh, jika kamu bersyukur, niscaya akan Aku tambahkan nikmat-Ku kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Ibrahim: 7)

Kalimat ini menjadi pengingat bahwa kunci keberlanjutan kebahagiaan adalah rasa terima kasih yang terucap dan terinternalisasi dalam hati.

Ucapan Ketika Bahagia Menurut Sunnah

Dalam berbagai situasi kebahagiaan, terdapat beberapa kalimat yang sangat dianjurkan untuk diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Penggunaan ucapan ini tidak hanya sekadar formalitas, tetapi juga memohon agar kebahagiaan tersebut berkah dan tidak menjadi kesombongan:

1. "Alhamdulillah" (Segala puji bagi Allah)

Ini adalah ungkapan paling mendasar dan universal saat menerima kabar baik atau merasakan kebahagiaan. Mengucapkan "Alhamdulillah" menegaskan bahwa segala pujian dan kepemilikan atas nikmat tersebut hanyalah milik Allah semata. Ketika Nabi SAW menerima sesuatu yang menyenangkan, beliau akan mengucapkan Alhamdulillah.

2. "Masha Allah, La Quwwata Illa Billah"

Ucapan ini sering digunakan ketika melihat sesuatu yang indah, luar biasa, atau ketika mendengar kabar yang sangat membahagiakan. Maknanya adalah, "Apa yang dikehendaki Allah terjadi, tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah." Ini berfungsi sebagai penangkal pandangan takjub yang bisa berujung pada ‘ain (pandangan negatif) dan menjaga hati agar tidak merasa bahwa kebahagiaan itu hasil kekuatan diri sendiri.

3. Doa dan Penghargaan atas Karunia

Ketika mendapatkan nikmat yang besar (misalnya lulus ujian, kelahiran anak, atau rezeki melimpah), seorang Muslim dianjurkan untuk memanjatkan doa khusus. Contoh yang sering diajarkan adalah:

Doa Saat Mendapat Nikmat:

"Allahumma lakal hamdu wa lakas syukru." (Ya Allah, bagi-Mulah segala puji dan bagi-Mu segala syukur).

Atau ketika bersukacita atas pencapaian yang diinginkan, kita juga bisa berdoa:

"Alhamdulillahil ladzi bi ni’matihi tatimmu ash-shalihat." (Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.)

Ucapan ini bukan hanya sekadar lisan, tetapi harus disertai dengan hati yang bersyukur. Rasa syukur ini kemudian harus diwujudkan melalui tindakan nyata, seperti berbagi, bersedekah, dan menggunakan nikmat tersebut untuk ketaatan kepada Allah.

Menghindari Syirik Kecil dalam Kebahagiaan

Salah satu jebakan terbesar saat berbahagia adalah kesombongan atau riya' (memamerkan). Ketika seseorang mencapai kesuksesan besar, mudah sekali hati berkata, "Ini semua karena kerja kerasku," tanpa menisbatkan kesuksesan itu kepada kehendak dan pertolongan Ilahi. Ini termasuk bentuk syirik kecil yang dapat menghapus keberkahan.

Oleh karena itu, mengulang-ulang ucapan seperti "Ma syaa Allah" atau "Tabarakallah" (Semoga Allah memberkahi) saat berbagi kabar gembira adalah benteng spiritual yang melindungi kebahagiaan itu sendiri dari hilangnya berkah. Kebahagiaan yang dirayakan dengan mengingat Allah akan bertahan lama dan menjadi amal jariyah, berbeda dengan kebahagiaan yang dirayakan dengan kesombongan yang cepat sirna.

Kebahagiaan yang Kekal: Surga

Pada akhirnya, kebahagiaan terbesar yang diharapkan seorang Muslim adalah kebahagiaan akhirat. Ketika kita merenungkan ucapan syukur di dunia, itu adalah persiapan untuk ucapan yang jauh lebih agung di Jannah. Penduduk surga akan selalu mengucapkan:

"Alhamdulillahil ladzi azhaba ‘annal hazan. Inna Rabbana la Ghafurun Syakur." (Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.)

Maka, membiasakan diri mengucapkan rasa syukur saat bahagia di dunia adalah latihan terbaik untuk menyambut ucapan penghuni surga nanti. Semua kebahagiaan duniawi harus dilihat sebagai jembatan menuju kebahagiaan abadi bersama Sang Pencipta.