Arti: "Dan katakanlah (Muhammad), 'Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu pula Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui (Allah), Yang memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.'" (QS. At-Taubah: 105)
Penjelasan Ayat
Ayat ke-105 dari Surat At-Taubah ini merupakan ayat penutup yang sangat kuat dalam konteks pengujian iman dan amal. Setelah sebelumnya membahas mengenai tanggung jawab individu terhadap amal perbuatan mereka, ayat ini menegaskan bahwa setiap tindakan, baik yang terlihat maupun tersembunyi, akan selalu berada dalam pengawasan tiga entitas utama: Allah SWT, Rasul-Nya (Nabi Muhammad SAW), dan orang-orang mukmin yang beriman.
Penegasan ini mengandung motivasi besar. Allah tidak hanya mengawasi, tetapi juga akan membalas berdasarkan apa yang telah dilakukan. Pengembalian kepada 'Alimul Ghaybi wasy-Syahadah (Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata) menunjukkan bahwa tidak ada satupun perbuatan yang luput dari perhitungan-Nya. Ayat ini mengajak umat Islam untuk selalu beramal saleh dengan ikhlas, menyadari bahwa catatan amal mereka akan dibukukan dan dipertanggungjawabkan di hadapan Yang Maha Adil. Ini adalah panggilan untuk konsistensi dalam beribadah dan bermuamalah, sebab hasil akhir kehidupan sangat bergantung pada kualitas pekerjaan duniawi yang telah kita lakukan.
Panduan Tajwid Surat At-Taubah Ayat 105
Membaca Al-Qur'an dengan tajwid yang benar adalah bagian dari kesempurnaan ibadah. Berikut adalah beberapa poin tajwid penting dalam ayat ini:
وَقُلِ (Wa quli): Terdapat hukum Idgham Syamsiyyah jika bertemu dengan huruf syamsiah, namun di sini dibaca jelas karena diikuti oleh Hamzah Qamariyah (walaupun secara harfiah adalah "qul-i"). Namun, pada bacaan mushaf standar, ini adalah Qalqalah sughra pada huruf Qaf (jika dibaca berhenti) dan hukum Kasrah (Ibtida’/permulaan) pada Lam.
اعْمَلُوا (I'maluu): Ini adalah Madd Badal (dua harakat) pada Hamzah al-Wasl yang diikuti oleh Alif sukun, tetapi karena ini adalah kata kerja perintah, ia dibaca dengan Ibtida' (permulaan bacaan) dengan Hamzah Qath'i berharakat kasrah.
فَسَيَرَى اللَّهُ (Fa sayarallāhu): Lafaz Allah didahului oleh Fathah (baris di atas), sehingga huruf Lam-nya dibaca Tafkhim (tebal). Ini adalah hukum Lam Tafkhim.
عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ (Amalakum wa Rasuluhu): Terdapat hukum Ikhfa' Haqiqi pada Nun sukun yang bertemu huruf Kaf (pada kata 'Amalakum'), namun pada lafal ini, Nun sukun berada di akhir kata dan bertemu dengan Wawu (huruf izh-har), maka ia dibaca jelas (tidak ada nun sukun di tengah kata yang diikuti Ra atau Sin, ini adalah kesalahan pembacaan umum). Sebenarnya, yang perlu diperhatikan adalah Wawu Ma'iyyah pada 'wa Rasuluhu' yang dibaca dengan jelas.
وَالْمُؤْمِنُونَ (Wal-Mu'minuuna): Hukum Alif Lam Qamariyah (Alif Lam dibaca jelas) karena diikuti oleh huruf Mim (huruf qamariyah).
وَسَتُرَدُّونَ (Wa saturadduuna): Terdapat huruf Dhadh bertasydid, yang berarti penekanan kuat pada huruf tersebut. Setelahnya terdapat Madd Shilah Qashirah (dua harakat) karena Ha dhamir didahului oleh harakat hidup dan diikuti oleh sukun (walaupun 'duna' berakhir dengan Nun, Ha dhamir di 'turaddu' tidak dihitung sebagai madd shilah). Namun, yang dominan di sini adalah Madd Ashli (atau Madd Thobi'i) pada huruf Waw sukun didahului Dhammah (pada 'duun').
إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ (Ilā 'ālimil-Ghaybi): Terdapat Madd Wajib Muttashil pada kata 'Alā' (Alif didahului Alif Maddah, diikuti Hamzah dalam satu kalimah) jika diwasl (diteruskan) akan menjadi Madd Shilah Qashirah pada 'Alimul' jika dibaca dengan panjang. Secara standar, pada 'Ilā' terdapat Madd Thobi'i. Kemudian, Alif Lam Qamariyah pada 'Al-Ghaybi'.
فَيُنَبِّئُكُم بِمَا (Fayunabbi'ukum bimā): Terdapat Ghunnah Musyaddadah (dengung dua harakat) pada Nun bertasydid di 'Yunabbi'u'. Selanjutnya, terdapat Idgham Billaghunnah (Idgham Tanpa Dengung) pada Nun sukun yang bertemu dengan huruf Ba di 'Bima' (Idgham Mimi jika Nun dianggap Mim, namun pada kasus ini sering dibaca Idgham Mim Bi Ghunnah pada Nun sukun bertemu Ba). **Koreksi:** Hukumnya adalah Idgham Mim Bi Ghunnah pada Nun bertemu Mim (walaupun Nun asalnya). Jika dibaca 'bima', maka itu adalah Madd Thobi'i pada Alif setelah Mim.
كُنتُمْ تَعْمَلُونَ (Kuntum ta'maluun): Terdapat hukum Idgham Bi Ghunnah (Idgham Mithlayn) pada Nun sukun bertemu Mim pada 'Kuntum'. Dan di akhir ayat terdapat Madd 'Aridh li-s-sukun karena Waw sukun didahului Dhammah dan diikuti oleh Nun (yang disukunkan karena waqaf/berhenti).
Hikmah Pengawasan Tiga Pihak
Mengapa Allah SWT menyebutkan Rasul dan orang mukmin selain diri-Nya sendiri? Ini adalah penekanan bahwa amal saleh tidak hanya dinilai secara transendental oleh Allah, tetapi juga diverifikasi dalam konteks sosial dan historis. Rasulullah SAW adalah saksi pertama atas implementasi syariat di dunia. Sementara itu, orang-orang mukmin bertindak sebagai saksi sosial; amal baik kita dilihat dan menjadi teladan, sementara amal buruk kita menjadi pelajaran (atau bahkan objek teguran) dari sesama komunitas.
Ayat ini memberikan fondasi kuat bagi etos kerja seorang Muslim. Tidak ada ruang untuk kemunafikan dalam beramal, karena basis penilaiannya meliputi pengawasan Ilahi yang mutlak, kesaksian kenabian, dan pengakuan kolektif umat. Oleh karena itu, Muslim harus memastikan bahwa amal yang dilakukan berorientasi pada kebaikan tertinggi, konsisten, dan dilakukan di bawah kesadaran penuh akan pengawasan ini hingga saat penghisaban akhir.
Ayat 105 Surah At-Taubah berfungsi sebagai alarm spiritual yang terus berbunyi, mengingatkan bahwa kehidupan dunia hanyalah ladang tanam, dan panen raya akan disaksikan oleh seluruh alam semesta, dimulai dari kesaksian yang paling dekat dengan kebenaran, yaitu Rasulullah SAW.