Ilustrasi representasi bimbingan dan kemudahan dalam mencari kebenaran.
Laqad jā'akum rasūlum min anfusikum 'azīzun 'alaihi mā 'anittum ḥarīṣun 'alaikum bil-mu'minīna ra'ūfur raḥīm(un).
"Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, yang berat terasa olehnya penderitaanmu, yang sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, yang berlimpah kasih sayangnya terhadap orang-orang mukmin."
Surat At-Taubah ayat 128 adalah salah satu ayat yang memuat pujian agung terhadap pribadi Nabi Muhammad SAW. Ayat ini merupakan penutup dari beberapa ayat sebelumnya yang membahas tentang pentingnya mengikuti petunjuk Nabi dan menjauhi kemunafikan serta kesesatan. Ayat ini secara spesifik menyoroti sifat-sifat mulia beliau yang menjadi rahmat besar bagi umat manusia, khususnya bagi orang-orang yang beriman.
Ayat ini diawali dengan penegasan: "Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri...". Frasa "dari kaummu sendiri" mengandung makna kedekatan emosional dan pemahaman mendalam. Nabi Muhammad SAW berasal dari suku Quraisy, sama seperti kaumnya di Mekah dan Madinah. Hal ini menghilangkan keraguan bahwa ajaran yang dibawa adalah sesuatu yang asing atau dipaksakan dari luar. Beliau mengetahui betul adat istiadat, kesulitan, dan cara berpikir mereka, sehingga pesan dakwah dapat diterima dengan lebih mudah, meskipun pada awalnya mendapat penolakan keras.
Tiga sifat utama Nabi Muhammad SAW ditekankan dalam ayat ini, menunjukkan kedalaman perhatian beliau terhadap umatnya:
Ayat 128 Surat At-Taubah bukan sekadar pujian historis, melainkan sebuah pedoman moral. Pertama, ayat ini mengajarkan pentingnya meneladani empati dan kepedulian seorang pemimpin terhadap rakyatnya. Seorang pemimpin sejati akan merasa sedih atas kesusahan umatnya. Kedua, ia mengingatkan bahwa tujuan utama dakwah adalah membawa kebaikan dan keselamatan bagi sesama, sebagaimana yang ditunjukkan oleh kesungguhan Nabi SAW dalam menginginkan keimanan dan keselamatan bagi setiap mukmin.
Memahami ayat ini mendorong umat Islam untuk mencintai Rasulullah SAW bukan hanya secara lisan, tetapi juga dengan meneladani akhlaknya yang terpuji. Ketika kita menghadapi tantangan iman, mengingat betapa besarnya kasih sayang Nabi—yang bahkan menanggung beban penderitaan kita—menjadi sumber kekuatan dan motivasi untuk tetap teguh di jalan yang diridai Allah SWT. Keselamatan dan rahmat Allah SWT terwujud melalui perantaraan kerasulan beliau yang penuh kasih sayang tersebut.