Surah At-Taubah (Surah ke-9) merupakan salah satu surah Madaniyah yang memiliki kedudukan sangat penting dalam struktur Al-Qur'an. Surah ini dikenal karena membahas banyak aspek hukum, peperangan, dan pentingnya pemurnian iman setelah penaklukan Makkah. Puncak dan penutup dari seluruh pembahasan yang kaya makna tersebut terletak pada ayat terakhirnya, yaitu Surah At-Taubah ayat 129. Ayat ini bukan sekadar penutup narasi, melainkan sebuah peninggalan spiritual yang sangat mendalam bagi umat Islam.
Teks dan Terjemahan Surah Taubah Ayat Terakhir
فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ۗ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ
(At-Taubah: 129)
"Maka jika mereka berpaling (darimu), katakanlah: Cukuplah Allah bagiku. Tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan Pemilik 'Arsy yang agung."
Pesan Tauhid dan Penyerahan Diri
Ayat 129 ini adalah sebuah deklarasi tauhid yang kokoh dan penegasan penuh atas konsep tawakal. Ayat ini turun dalam konteks di mana Nabi Muhammad SAW dan para sahabat dihadapkan pada penolakan keras atau sikap enggan dari sebagian kaum musyrikin atau bahkan munafikin untuk menerima ajaran Islam secara menyeluruh. Ketika berbagai strategi dakwah dan negosiasi telah dilakukan, namun hasilnya adalah penolakan, maka perintah Allah SWT adalah sebuah penyerahan diri total kepada-Nya.
Frasa kunci pertama, "Cukuplah Allah bagiku" (حَسْبِيَ اللّٰهُ), mengandung makna yang sangat kuat. Ini menunjukkan bahwa bagi seorang Muslim, keberadaan Allah SWT sudah lebih dari cukup untuk menghadapi segala kesulitan, ancaman, atau bahkan kegagalan duniawi. Ketika dukungan manusia sirna, ketika musuh mengancam, sumber kekuatan hakiki tetaplah Allah. Ini adalah penegasan bahwa prioritas utama adalah ridha Allah, bukan penerimaan manusia.
Konsep Tawakal yang Sempurna
Selanjutnya, ayat ini menegaskan kembali inti ajaran Islam melalui ucapan: "Tidak ada Tuhan selain Dia." Ini adalah pengulangan kembali syahadat yang menjadi fondasi iman. Setelah menyatakan tauhid secara tegas, ditindaklanjuti dengan konsekuensi praktisnya dalam kehidupan, yaitu tawakal.
Tawakal yang dimaksud di sini bukanlah bersikap pasif dan meninggalkan usaha, melainkan usaha maksimal yang diikuti dengan penyerahan hasil sepenuhnya kepada kehendak Allah. Nabi Muhammad SAW, sebagai manusia yang paling bertawakal, telah mencontohkan bahwa setelah menyampaikan risalah dengan gigih (usaha), beliau bersandar penuh pada kekuatan Allah (tawakal) ketika hasil akhirnya berada di luar kendali manusia.
Keagungan Pemilik 'Arsy
Ayat ini ditutup dengan penyebutan status Allah sebagai "Tuhan Pemilik 'Arsy yang agung." Penyebutan 'Arsy (singgasana) dalam konteks ini berfungsi untuk memberikan perspektif kosmologis pada iman seorang mukmin. 'Arsy adalah ciptaan terbesar yang dapat diindikasikan oleh akal manusia, dan Allah adalah Rabb yang menguasainya. Jika Allah menguasai seluruh alam semesta yang maha luas ini, termasuk singgasananya, maka masalah atau ancaman yang dihadapi oleh manusia menjadi sangat kecil di hadapan-Nya.
Bagi seorang mukmin yang merenungkan Surah Taubah ayat terakhir ini, ia akan mendapatkan ketenangan luar biasa. Ia diingatkan bahwa di tengah pergolakan duniawi—baik itu konflik politik, tekanan sosial, atau ujian pribadi—kekuatan tertinggi yang diimani adalah Yang Maha Menguasai segalanya. Ayat ini berfungsi sebagai penyegar spiritual, menarik kembali fokus dari ketergantungan duniawi menuju ketergantungan kepada Al-Khaliq.
Oleh karena itu, Surah At-Taubah ayat 129 menjadi penutup yang elegan sekaligus instruktif. Ia mengajarkan bahwa setelah upaya maksimal dalam menegakkan kebenaran, jalan terbaik adalah berserah diri dengan keyakinan penuh bahwa pertolongan dan kecukupan datang dari sumber yang tak terbatas: Allah Azza wa Jalla, Rabb pemilik 'Arsy yang Maha Besar.