QS. At-Taubah (9) : 18
Ayat yang mulia ini merupakan penegasan tegas dari Allah SWT mengenai kriteria sejati bagi siapa saja yang berhak disebut sebagai pemakmur masjid. Dalam konteks penurunan ayat, seringkali ayat ini diturunkan sebagai bantahan terhadap kaum musyrikin yang hanya mementingkan aspek fisik bangunan masjid tanpa diiringi keimanan yang benar.
Syarat pertama dan utama adalah iman kepada Allah (tauhid) dan iman kepada Hari Akhir (hari pembalasan). Tanpa fondasi keimanan yang kuat ini, segala bentuk perbuatan baik, termasuk membangun atau merawat masjid, akan kehilangan nilainya di sisi Allah.
Ayat ini menyebutkan dua pilar utama ibadah ritual: Iqamatus Shalati (mendirikan salat) dan Itauz Zakah (menunaikan zakat). Salat adalah hubungan vertikal dengan Tuhan, sementara zakat adalah manifestasi kepedulian horizontal terhadap sesama umat. Keduanya harus dilaksanakan secara konsisten dan benar.
Poin krusial lainnya adalah "wa lam yakhsya illallāh" (dan tidak takut kepada siapapun selain Allah). Ini menunjukkan kemurnian niat dan keberanian seorang mukmin. Rasa takut yang membatasi seseorang untuk menegakkan kebenaran atau beribadah dengan ikhlas hanyalah rasa takut kepada Allah SWT.
Ayat ditutup dengan harapan besar: "Fa 'asaa ulā'ika an yakūnū minal muhtadīn" (maka mudah-mudahan mereka termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk). Ini menyiratkan bahwa dengan memenuhi syarat-syarat tersebut, mereka telah menempuh jalan yang paling utama menuju rahmat dan petunjuk Allah.
Dalam banyak tafsir, memakmurkan masjid tidak hanya berarti membangun fisiknya, membersihkannya, atau menerangi lampunya. Pemakmuran yang sesungguhnya adalah menghidupkan masjid sebagai pusat kegiatan keilmuan, sosial, dan spiritual umat. Masjid harus menjadi tempat di mana ayat-ayat Allah dipelajari, hati dibersihkan dari kemunafikan, dan solidaritas sosial ditegakkan.
Seseorang yang hadir rutin untuk shalat berjamaah, mengajarkan ilmu agama di dalamnya, menyediakan kebutuhan jamaah, atau bahkan hanya sekadar menjaga kebersihan masjid, adalah bagian dari pemakmur yang dirujuk oleh ayat ini. Mereka menjadikan masjid sebagai pusat kehidupan komunitas muslim, bukan sekadar bangunan batu.
Ayat ke-18 dari Surah At-Taubah ini secara efektif menjadi barometer keimanan. Ia menantang setiap Muslim untuk menguji sejauh mana kualitas ibadah ritualnya (salat dan zakat) diikuti dengan kualitas keimanan fundamentalnya (iman kepada Allah dan Hari Akhir) dan keberanian spiritualnya (tidak takut selain kepada Allah). Jika kriteria ini terpenuhi, maka janji Allah berupa petunjuk dan keberkahan adalah hal yang sangat mungkin mereka raih.