Ayat 111 dari Surah At-Taubah (Surah ke-9) ini merupakan salah satu ayat yang paling fundamental dalam menjelaskan hakikat iman seorang muslim sejati. Ayat ini berbicara tentang sebuah transaksi dagang yang paling menguntungkan sepanjang masa: jual beli antara seorang mukmin dengan Allah SWT.
Konsep 'pembelian' (اشْتَرَىٰ - ishtarā) di sini bersifat metaforis. Allah tidak membutuhkan jiwa atau harta kita, namun Dia menetapkan standar tertinggi untuk menerima pengorbanan tersebut sebagai penebusan bagi dosa-dosa dan sebagai tiket menuju kebahagiaan abadi. Yang dijual adalah anfusahum (diri/jiwa) dan amwalahum (harta benda). Ini menunjukkan bahwa komitmen seorang mukmin harus total, mencakup eksistensi fisik dan segala kepemilikannya.
Apa balasan yang diberikan Allah? Balasannya adalah al-Jannah (Surga). Namun, Surga itu tidak diberikan secara gratis. Ia harus dibayar dengan pengorbanan maksimal dalam fi sabilillah (di jalan Allah). Bentuk pengorbanan ini meliputi dua hal yang paling ditakuti manusia: membunuh (musuh) dan terbunuh (gugur). Keduanya adalah puncak perjuangan di medan perang spiritual maupun fisik. Jihad yang dilakukan bukan untuk ambisi duniawi, melainkan murni karena panggilan Allah.
Salah satu penekanan kuat dalam ayat ini adalah bahwa janji ini bukanlah janji baru yang eksklusif bagi umat Nabi Muhammad SAW. Allah menegaskan bahwa akad mulia ini telah ditetapkan dalam kitab-kitab suci sebelumnya: Taurat (diturunkan kepada Nabi Musa a.s.) dan Injil (diturunkan kepada Nabi Isa a.s.). Ini menunjukkan konsistensi risalah tauhid sejak awal. Jika janji itu sudah ada di Taurat dan Injil, maka kebenarannya terjamin oleh kesaksian kitab-kitab suci yang diakui oleh para Nabi sebelumnya.
Pertanyaan retoris, "Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah?" (وَمَنْ أَوْفَىٰ بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ), berfungsi untuk menanamkan keyakinan mutlak. Tidak ada pihak mana pun yang mampu menepati janji sebaik Allah. Setelah menegaskan validitas janji ini, Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk fastabshirū (bergembiralah). Kegembiraan ini adalah respons alami terhadap transaksi yang sangat menguntungkan.
Ayat 111 ini menjadi penutup bagi rangkaian ayat-ayat tentang jihad, pengorbanan, dan pembelaan terhadap agama. Ia menyimpulkan bahwa perjuangan berat yang dilakukan oleh kaum mukminin bukanlah kesia-siaan, melainkan investasi jangka panjang yang hasilnya dijamin oleh Dzat Yang Maha Benar. Keuntungan besar (al-fawz al-'adhīm) yang dijanjikan adalah puncak kebahagiaan hakiki yang melampaui segala kesuksesan duniawi.
Bagi seorang mukmin, memahami ayat ini adalah mengubah paradigma ketakutan menjadi harapan. Ketakutan akan kematian sirna ketika kematian itu adalah pintu gerbang menuju Surga yang telah dibeli dengan nyawa dan harta di jalan Allah.