Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal paling signifikan yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia, khususnya yang terkait dengan distribusi dan penjualan BBM yang disalurkan melalui Pertamina. Tujuan utama subsidi ini adalah untuk menjaga daya beli masyarakat dan menstabilkan harga energi di tingkat konsumen, sehingga mengurangi dampak lonjakan harga minyak mentah global terhadap perekonomian domestik.
Secara fundamental, subsidi BBM bekerja dengan menutup selisih antara Harga Patokan Ekspor (HPE) atau harga internasional BBM ditambah dengan biaya transportasi dan distribusi (harga keekonomian), dengan harga jual yang ditetapkan pemerintah kepada masyarakat. Pertamina, sebagai badan usaha milik negara yang memegang mandat distribusi, seringkali menjadi pihak yang menalangi atau menerima kompensasi dari Badan Anggaran Negara (APBN) atas selisih tersebut.
Skema subsidi ini tidak berlaku merata untuk semua jenis BBM. Dalam praktiknya, subsidi lebih difokuskan pada jenis bahan bakar tertentu, terutama yang dianggap vital untuk mobilitas masyarakat umum dan sektor transportasi dasar. Jenis BBM yang umumnya mendapatkan subsidi adalah Solar Subsidi (sekarang dikenal sebagai Biosolar) dan minyak tanah (meskipun penggunaannya terus menurun). Sementara itu, jenis BBM non-subsidi seperti Pertamax, Pertalite (yang kini juga sering mengalami penyesuaian status), dan Dexlite dijual mendekati atau sesuai dengan harga pasar.
Pengaturan distribusi BBM bersubsidi sangat ketat untuk memastikan bahwa bantuan ini tepat sasaran dan tidak bocor ke sektor yang seharusnya tidak menerimanya, seperti industri besar atau kendaraan mewah. Pemerintah terus berupaya menyempurnakan mekanisme penyaluran. Beberapa langkah yang telah diambil meliputi:
Subsidi BBM Pertamina membawa dampak ganda. Di satu sisi, ia berhasil menjaga inflasi tetap terkendali dan meringankan beban biaya operasional bagi jutaan pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) serta masyarakat berpendapatan rendah. Tanpa subsidi, harga transportasi dan harga barang pokok cenderung akan meningkat drastis.
Namun, di sisi lain, subsidi BBM juga menjadi beban fiskal yang sangat besar bagi APBN. Setiap kenaikan harga minyak dunia akan meningkatkan kewajiban pemerintah untuk menalangi selisih harga. Tantangan utama dalam pengelolaan subsidi BBM adalah bagaimana menjaga keberlanjutan fiskal tanpa mengorbankan aspek keadilan sosial. Reformasi subsidi kerap menjadi topik hangat, yang biasanya mengarah pada penarikan subsidi untuk jenis BBM tertentu dan pengalihan dana tersebut untuk sektor produktif seperti infrastruktur atau kesehatan.
Perubahan kebijakan terkait BBM bersubsidi, seperti penghapusan subsidi untuk Pertalite atau perubahan kriteria Solar, selalu memicu dinamika di masyarakat. Oleh karena itu, transparansi informasi mengenai harga acuan, kuota yang tersedia, dan kriteria penerima manfaat menjadi kunci keberhasilan implementasi kebijakan subsidi energi oleh Pertamina.