Keputusan dalam memilih bahan bakar kendaraan seringkali membingungkan bagi banyak pemilik mobil atau pengusaha transportasi. Dua jenis bahan bakar yang paling umum digunakan di Indonesia adalah solar (diesel) dan bensin (gasoline). Meskipun keduanya berfungsi untuk menggerakkan mesin, perbedaan fundamental dalam komposisi kimia, cara kerja mesin, efisiensi, dan dampaknya terhadap lingkungan membuat pilihan ini krusial.
Memahami seluk-beluk antara solar dan bensin bukan hanya soal harga di SPBU, tetapi juga menyangkut perawatan mesin jangka panjang dan performa yang dihasilkan. Artikel ini akan mengupas tuntas perbedaan mendasar antara kedua bahan bakar tersebut, membantu Anda menentukan mana yang paling sesuai dengan kebutuhan Anda.
Ilustrasi visual perbandingan Solar dan Bensin.
Perbedaan Mendasar pada Mesin
Inti dari perbedaan solar dan bensin terletak pada cara mesin mengolahnya. Mesin bensin menggunakan sistem busi (spark ignition). Bensin dicampur dengan udara, dikompresi, lalu dinyalakan oleh percikan api busi.
Sementara itu, mesin diesel (yang menggunakan solar) bekerja dengan prinsip kompresi tinggi (compression ignition). Udara dikompresi hingga sangat panas, kemudian solar disemprotkan ke dalamnya, menyebabkan solar menyala secara spontan tanpa memerlukan busi. Karena perbedaan prinsip kerja ini, mesin diesel cenderung lebih kuat menahan tekanan tinggi, yang berdampak pada torsi yang lebih besar.
Efisiensi Bahan Bakar dan Performa
Secara umum, bahan bakar solar memiliki kandungan energi per liter yang sedikit lebih tinggi dibandingkan bensin. Dikombinasikan dengan rasio kompresi mesin diesel yang lebih tinggi, hal ini membuat kendaraan bermesin diesel seringkali lebih irit bahan bakar (kilometer per liter) dibandingkan mesin bensin dengan kapasitas setara, terutama untuk perjalanan jarak jauh atau mengangkut beban berat.
Namun, dalam hal akselerasi puncak dan putaran mesin (RPM) maksimal, bensin seringkali unggul. Mobil bensin biasanya lebih responsif di putaran atas, sedangkan solar unggul pada tarikan awal (torsi) yang sangat dibutuhkan untuk kendaraan komersial seperti truk atau bus.
Dampak Lingkungan dan Regulasi
Isu lingkungan menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan bahan bakar. Secara historis, solar dianggap lebih kotor karena menghasilkan lebih banyak partikel jelaga (particulate matter/PM) dan oksida nitrogen (NOx), yang berkontribusi pada kabut asap dan polusi udara lokal.
Namun, perkembangan teknologi telah melahirkan solar dengan kandungan sulfur yang sangat rendah (seperti Bio Solar di Indonesia atau Ultra-low sulfur diesel/ULSD di luar negeri). Meskipun demikian, pembakaran solar tetap menghasilkan emisi NOx yang lebih tinggi dibandingkan bensin beroktan tinggi modern.
Regulasi pemerintah terkait emisi (misalnya standar Euro) terus mendorong produsen untuk menggunakan teknologi yang mengurangi emisi pada kedua jenis bahan bakar. Konsumen kini sering dihadapkan pada pilihan seperti Pertalite/Pertalite Plus (bensin) versus Dexlite atau Pertamina Dex (solar berkualitas tinggi).
Kesimpulan Pemilihan Bahan Bakar
Memilih antara solar dan bensin sangat bergantung pada profil penggunaan Anda. Jika Anda memiliki mobil keluarga atau sering dipakai di perkotaan dengan jarak tempuh harian yang tidak terlalu ekstrem, bensin mungkin pilihan yang lebih nyaman karena biaya perawatan yang cenderung lebih terjangkau dan suara mesin yang lebih halus.
Sebaliknya, jika Anda adalah pemilik usaha logistik, sering melakukan perjalanan antar kota dengan muatan berat, atau mencari efisiensi bahan bakar maksimal untuk perjalanan panjang, investasi pada kendaraan diesel akan lebih menguntungkan dalam jangka panjang berkat torsi dan efisiensinya.
Pastikan Anda selalu menggunakan bahan bakar yang sesuai dengan rekomendasi pabrikan kendaraan Anda untuk menjaga performa optimal dan meminimalkan risiko kerusakan mesin.