Bahasa Sunda, atau yang sering disebut Basa Sunda, merupakan salah satu bahasa daerah terbesar dan paling kaya di Indonesia. Dituturkan terutama di wilayah Jawa Barat dan sebagian Banten, bahasa ini bukan sekadar alat komunikasi sehari-hari, melainkan juga wadah perekat budaya dan identitas bagi masyarakat Sunda. Eksistensi bahasa ini terus berupaya dipertahankan di tengah arus modernisasi yang membawa pengaruh bahasa global.
Keunikan utama bahasa Sunda terletak pada sistem tingkatan tuturannya yang sangat menghormati lawan bicara. Mirip dengan bahasa Jawa, bahasa Sunda membedakan penggunaannya menjadi beberapa tingkatan, yang paling mendasar adalah lemes (halus) dan loma (akrab/biasa). Tingkatan ini bukan hanya tentang kosa kata, tetapi juga melibatkan perubahan struktur kalimat dan intonasi. Penguasaan tingkatan ini dianggap sebagai cerminan kehalusan budi pekerti penuturnya.
Secara umum, bahasa Sunda terbagi menjadi tiga tingkatan utama yang dipakai dalam konteks berbeda:
Selain tingkatan tutur, kekayaan kosa kata dalam bahasa Sunda sangat luas, terutama dalam hal deskripsi alam, pertanian, dan spiritualitas. Banyak sekali istilah lokal yang sulit diterjemahkan secara persis ke dalam bahasa Indonesia tanpa kehilangan nuansa maknanya. Misalnya, kata-kata terkait silih asih, silih asah, silih asuh (saling mengasihi, mengasah ilmu, dan mengasuh) yang merupakan filosofi hidup masyarakat Sunda.
Di samping sistem tuturannya, bahasa Sunda memiliki aksara tradisional yang disebut Aksara Sunda atau Hanacaraka Sunda. Aksara ini merupakan warisan nenek moyang yang pernah menjadi primadona sebelum era latinisasi. Meskipun penggunaannya sempat menurun drastis, kini terjadi revitalisasi besar-besaran. Pemerintah daerah mendorong pengenalan aksara ini melalui sekolah-sekolah, papan nama, dan media digital. Aksara ini memiliki bentuk yang unik, melingkar, dan sering dihiasi dengan bentuk-bentuk natural seperti dedaunan. Membaca dan menulis dalam aksara ini menjadi cara mendalam untuk menghormati akar budaya.
Dunia sastra Sunda juga sangat kaya, mulai dari kawih (lagu daerah) yang memiliki melodi khas, hingga pupujian (pujian religius) dan cerita rakyat seperti Si Kancil yang sarat makna moral. Bahasa Sunda secara keseluruhan adalah cerminan dari filosofi masyarakatnya yang menjunjung tinggi harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan. Upaya pelestarian terus dilakukan agar kekayaan linguistik ini tidak hilang ditelan zaman, melainkan terus berkembang dan relevan bagi generasi penerus. Melalui bahasa, identitas Sunda tetap terpatri kuat.
Memahami dan mencoba menggunakan bahasa Sunda, bahkan hanya beberapa frasa seperti Wilujeng Sumping (Selamat Datang) atau Hatur Nuhun (Terima Kasih), adalah langkah kecil namun berarti dalam menjaga keberlangsungan warisan budaya ini. Bahasa Sunda adalah denyut nadi budaya Sunda yang terus berdetak dengan indah.