Kajian Mendalam QS At-Taubah Ayat 108: Masjid Dhirar

Kebenaran vs Kemunafikan

Ilustrasi Konsep Masjid yang Benar dan yang Menyimpang.

Teks dan Terjemahan QS At-Taubah Ayat 108

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِّمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِن قَبْلُ ۖ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَىٰ ۖ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
"Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang membangun masjid untuk menimbulkan bahaya (kemudaratan), untuk kekafiran, untuk memecah belah antara orang-orang yang beriman, dan untuk dijadikan tempat mengintai bagi orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sungguh akan bersumpah, 'Kami tidak menghendaki kecuali kebaikan.' Tetapi Allah Maha Mengetahui bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta."

Konteks Historis: Masjid Dhirar

Ayat 108 dari Surah At-Taubah merupakan salah satu ayat yang sangat tegas dalam membedah tipu daya kaum munafikin. Ayat ini secara spesifik berbicara tentang sebuah bangunan yang didirikan dengan dalih tempat ibadah, namun memiliki niat tersembunyi yang penuh kerusakan. Bangunan ini dikenal dalam sejarah Islam sebagai "Masjid Dhirar" (Masjid Kemudaratan).

Latar belakang turunnya ayat ini adalah ketika sekelompok orang munafik di Madinah, yang merasa iri dan ingin merusak persatuan kaum Muslimin pimpinan Rasulullah ﷺ, mendirikan sebuah masjid. Tujuan mereka bukan semata-mata mencari keridaan Allah, melainkan ada tiga motif utama yang disebutkan secara eksplisit dalam ayat tersebut: pertama, untuk menimbulkan dhirar (kemudaratan) bagi kaum Mukminin; kedua, untuk memperkuat kekufuran dan kemunafikan; dan ketiga, untuk menciptakan perpecahan (tafriq) di tengah barisan umat Islam.

Tujuan Tersembunyi di Balik Simbol Agama

Pelajaran paling mendasar dari QS At-Taubah ayat 108 adalah bahwa niat (niyyah) adalah penentu utama diterimanya sebuah amal, bahkan dalam perkara ibadah yang paling mulia sekalipun, seperti membangun masjid. Masjid adalah simbol kesucian dan tempat memurnikan tauhid. Namun, ketika bangunan tersebut menjadi alat konspirasi dan subversi, ia kehilangan status kesuciannya di mata Allah.

Kelompok munafik tersebut sangat cerdik dalam menyamarkan makar mereka. Mereka menggunakan kedok agama, bersumpah atas nama kebaikan ("Kami tidak menghendaki kecuali kebaikan"), sebuah klaim yang sangat lazim digunakan oleh para pendusta untuk meloloskan diri dari kecurigaan. Namun, Allah menegaskan bahwa pengetahuan-Nya melampaui sumpah dan penampilan luar manusia. Allah bersaksi bahwa mereka adalah pendusta.

Peran Masjid Dhirar dalam Strategi Permusuhan

Fungsi keempat dari Masjid Dhirar yang disebutkan sangat berbahaya, yaitu menjadi basis intelijen atau tempat perlindungan bagi musuh Islam yang memerangi Rasulullah ﷺ. Dalam konteks historis, ini merujuk pada upaya mereka untuk berkoordinasi dengan musuh-musuh Islam di luar Madinah, seperti Abu Sufyan sebelum penaklukan Makkah, dengan tujuan memata-matai pergerakan kaum Muslimin dan merencanakan serangan balasan.

Ayat ini mengajarkan umat Islam untuk selalu waspada terhadap benih-benih perpecahan yang sering kali disamarkan dengan slogan-slogan yang terdengar damai atau religius. Perpecahan dalam barisan umat sering kali lebih merusak daripada serangan fisik dari luar, karena ia melemahkan fondasi internal.

Respons Nabi Muhammad ﷺ dan Pelajaran Kehati-hatian

Ketika Rasulullah ﷺ kembali dari Perang Tabuk dan Allah menurunkan ayat ini, Beliau tidak mentolerir keberadaan Masjid Dhirar tersebut. Beliau memerintahkan sahabat untuk menghancurkan dan membakarnya hingga rata dengan tanah. Tindakan tegas ini menunjukkan bahwa ancaman yang ditimbulkan oleh kemunafikan yang terorganisir dan bersenjatakan simbol agama adalah ancaman eksistensial yang harus dibasmi sampai ke akarnya demi menjaga kemurnian agama dan keamanan komunitas.

Pelajaran bagi umat Islam kontemporer adalah perlunya kecermatan dalam menilai institusi dan gerakan yang mengatasnamakan Islam. Apakah sebuah institusi bertujuan meninggikan kalimatullah dan menyatukan umat, atau justru menjadi sarana untuk menyebarkan fitnah, kebencian, dan memecah belah barisan (seperti perpecahan ideologis atau madzhab yang dipelihara dengan kebencian)?

Inti dari kajian QS At-Taubah ayat 108 adalah penekanan mutlak pada kejujuran niat di hadapan Allah. Bangunan fisik bisa saja terlihat seperti masjid, tetapi jika isinya adalah kemunafikan, pengkhianatan, dan niat merusak persatuan, maka statusnya adalah musuh yang harus diwaspadai dan ditindaklanjuti sesuai dengan syariat, demi tegaknya kedamaian dan kebenaran hakiki di tengah masyarakat. Kehati-hatian dalam bermasyarakat, terutama terhadap mereka yang tampak baik namun menyembunyikan permusuhan, adalah perintah yang tersirat kuat dalam ayat mulia ini.

Pada akhirnya, ayat ini menjadi pengingat abadi bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang tersembunyi di balik hati manusia, melebihi kemampuan manusia untuk menilai melalui penampilan luar semata.