Ilustrasi Cicak
Pertanyaan mengenai hukum membunuh cicak (yang dalam bahasa Arab sering disebut dhabb atau sejenisnya) adalah salah satu isu fikih yang cukup sering dibahas di kalangan umat Islam. Berbeda dengan beberapa hewan lain yang dianjurkan dibunuh tanpa keraguan, status cicak memiliki landasan hadis yang spesifik dan menjadi titik fokus dalam menentukan hukumannya, apakah sunnah, makruh, atau mubah.
Secara umum, hukum Islam membagi hewan berdasarkan tingkat kemanfaatannya, bahayanya, atau perintah/larangan spesifik dari Rasulullah ﷺ. Untuk cicak, terdapat dua pandangan utama yang berakar kuat dari riwayat-riwayat Nabi Muhammad ﷺ.
Sebagian besar ulama kontemporer dan beberapa mazhab menganggap membunuh cicak adalah perbuatan yang dianjurkan (sunnah) atau bahkan wajib jika cicak tersebut mengganggu, berdasarkan hadis yang menyebutkan bahwa cicak termasuk hewan yang dianjurkan untuk dibunuh.
Dari Ummu Syarik radhiyallahu 'anha, bahwa Rasulullah ﷺ pernah memerintahkan untuk membunuh cicak dan bersabda, "Dahulu (cicak) meniup-niup (api) untuk Ibrahim 'alaihissalam." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini sering dijadikan dalil utama. Alasan spesifik yang disebutkan dalam riwayat lain adalah karena cicak dituduh turut andil dalam meniupkan api pada api yang membakar Nabi Ibrahim AS ketika beliau dilempar ke dalamnya. Meskipun keakuratan tindakan cicak dalam peristiwa tersebut masih menjadi bahasan, perintah Nabi ﷺ untuk membunuhnya menjadi patokan utama bagi kelompok ini.
Pandangan lain, yang dipegang oleh beberapa ulama besar seperti Imam Nawawi (meskipun beliau juga mengakui keutamaan membunuhnya), adalah bahwa membunuh cicak hukumnya tidak wajib, bahkan sebagian menganggapnya makruh jika tidak mengganggu. Pendapat ini cenderung berfokus pada hadis lain yang menyebutkan bahwa cicak termasuk hewan yang dilarang dibunuh.
Namun, perlu dicatat bahwa hadis yang secara eksplisit melarang pembunuhan biasanya merujuk pada hewan tertentu yang diharamkan membunuhnya (seperti burung hud-hud atau semut dalam konteks tertentu), sementara hadis yang secara eksplisit memerintahkan pembunuhan cicak lebih kuat dan lebih umum diterima untuk kasus ini.
Dalam fikih, seringkali ditemukan titik tengah. Jika seekor cicak berada di tempat yang tidak membahayakan dan tidak mengganggu, sebagian ulama berpendapat bahwa membunuhnya tidak mendapat pahala yang dijanjikan dalam hadis, namun juga tidak berdosa. Hukumnya kembali menjadi mubah (boleh dilakukan, boleh tidak).
Akan tetapi, mayoritas ulama kontemporer cenderung mengambil sikap yang lebih longgar terhadap pembunuhan cicak, mengingat hadis perintah membunuh tersebut bersifat umum dan tidak mensyaratkan adanya gangguan langsung. Jika cicak hidup di dalam rumah, ia termasuk dalam kategori hama ringan yang boleh dibasmi, apalagi jika diasumsikan ia pernah terlibat dalam peristiwa besar pada masa lampau Nabi Ibrahim AS.
Apabila seorang Muslim memutuskan untuk membunuh cicak berdasarkan hadis yang menganjurkannya, etika Islam tetap harus dijaga. Pembunuhan harus dilakukan dengan cara yang paling cepat dan paling tidak menyakiti (ihsan), meskipun hal itu adalah hewan yang diperintahkan untuk dibunuh.
Imam Malik rahimahullah pernah berkata bahwa beliau tidak suka membunuh cicak kecuali jika ia mengganggu, namun beliau juga mengakui bahwa membunuhnya tidaklah mengapa. Sikap ini menunjukkan toleransi dalam penerapan hukum, di mana maslahat (kemaslahatan) rumah tangga seringkali menjadi pertimbangan.
Berdasarkan hadis yang shahih, membunuh cicak adalah perbuatan yang **dianjurkan (sunnah)** oleh Rasulullah ﷺ, terutama jika kita berpegang pada kisah Nabi Ibrahim AS. Jika Anda membunuhnya dengan niat mengikuti sunnah Nabi dan menganggapnya sebagai hewan yang diperintahkan untuk dibasmi, maka Anda akan mendapatkan pahala atas mengikuti ajaran tersebut.
Namun, jika Anda merasa keberatan atau khawatir mengenai dasar keumuman perintah tersebut dan cicak tersebut tidak mengganggu, membiarkannya hidup juga diperbolehkan (mubah) selama tidak menimbulkan bahaya atau penyakit bagi penghuni rumah. Prinsip utamanya adalah menghindari penyiksaan yang tidak perlu terhadap hewan apapun, termasuk cicak.