Ilustrasi: Bahagia vs Janji yang Perlu Ditunda
Dalam pergaulan sosial, kita sering mendengar nasihat bijak yang terdengar sederhana namun menyimpan makna mendalam. Salah satu nasihat yang paling sering digaungkan adalah terkait dengan janji, khususnya ketika kita berada dalam kondisi emosi yang sangat tinggi, seperti saat sedang bahagia sekali. Pepatah populer yang beredar adalah, "Kata kata jangan berjanji ketika bahagia." Mengapa nasihat ini begitu relevan dan mengapa kita harus menunda komitmen besar saat puncak euforia?
Ketika seseorang berada dalam kondisi sangat bahagia—entah itu karena keberhasilan besar, jatuh cinta, atau momen perayaan lainnya—otak kita memproses informasi secara berbeda. Hormon seperti dopamin dan serotonin membanjiri sistem saraf, menciptakan perasaan optimisme yang luar biasa dan sedikit mengurangi kemampuan kita untuk menilai risiko secara rasional. Dalam kondisi ini, kita cenderung melebih-lebihkan kemampuan diri sendiri dan menganggap bahwa semua rintangan akan mudah diatasi di masa depan.
Janji, pada dasarnya, adalah komitmen terhadap masa depan. Namun, masa depan penuh ketidakpastian. Apa yang terasa sangat mungkin dilakukan saat ini, mungkin menjadi beban berat enam bulan dari sekarang. Inilah inti dari mengapa kata kata jangan berjanji ketika bahagia harus dipegang teguh. Bahagia membuat kita rentan terhadap 'bias optimisme berlebihan'.
Seringkali, janji yang diucapkan saat bahagia adalah janji yang berskala besar. Misalnya, berjanji akan membiayai seluruh pendidikan keponakan, berjanji akan pindah kota demi pasangan, atau berjanji akan menyelesaikan proyek mustahil dalam waktu singkat. Semua janji ini muncul karena saat itu, segala sesuatu tampak mungkin. Tidak ada ruang untuk keraguan.
Masalahnya, ketika euforia itu mereda, dan realitas kembali menyergap—dengan segala kompleksitas finansial, waktu, dan energi—janji tersebut berubah menjadi beban. Orang yang Anda beri janji mungkin mengandalkannya, dan Anda terjebak dalam ikatan yang Anda buat tanpa perhitungan matang. Penyesalan pun muncul, dan reputasi integritas Anda bisa terkikis.
Oleh karena itu, jika Anda sedang berbahagia, nikmatilah momen itu sepenuhnya. Rayakan. Berbagi kegembiraan adalah hal yang indah. Namun, ketika datang tawaran untuk mengikat diri pada sebuah komitmen jangka panjang, respons terbaik adalah menunda. Katakan, "Aku sangat senang saat ini, dan aku ingin memberikan jawaban terbaik untukmu. Bolehkah aku memikirkannya lagi besok ketika pikiranku lebih tenang?"
Nasihat ini tidak berlaku ketika kita berada dalam kondisi tenang, netral, atau bahkan sedih. Dalam kondisi tenang, kemampuan analisis kita bekerja optimal. Kita bisa menimbang pro dan kontra secara seimbang. Kebahagiaan yang intens, sebaliknya, cenderung mematikan fungsi kritis ini.
Dalam literatur manajemen dan pengambilan keputusan, dikenal konsep bahwa emosi kuat adalah pengganggu terbesar bagi logika. Kebahagiaan, meskipun positif, tetaplah emosi kuat yang mendorong kita membuat keputusan yang didasarkan pada perasaan sesaat, bukan berdasarkan fakta yang terukur.
Mengapa janji yang dibuat saat sedang sedih juga perlu dihindari? Karena saat sedih, kita cenderung pesimis dan mungkin membuat janji karena ingin segera keluar dari kondisi sulit tersebut (misalnya, berjanji akan melakukan apa saja demi keadaan membaik), yang juga berpotensi melampaui batas kemampuan kita.
Menghindari membuat janji saat bahagia bukan berarti Anda tidak tulus atau tidak ingin menepati. Justru sebaliknya. Tindakan menunda komitmen adalah bentuk penghormatan tertinggi terhadap janji itu sendiri, terhadap orang yang Anda beri janji, dan yang terpenting, terhadap diri Anda sendiri.
Ini menunjukkan kedewasaan emosional bahwa Anda mengenali batasan emosi Anda. Anda menghargai komitmen Anda sedemikian rupa sehingga Anda tidak mau mempertaruhkannya demi kepuasan sesaat saat sedang bersukacita. Integritas dibangun dari konsistensi antara perkataan dan kemampuan aktual, dan konsistensi ini paling mudah dijaga jika keputusannya diambil di tengah-tengah emosi.
Jadi, lain kali saat Anda merasa dunia milik Anda, dan ada yang meminta sebuah ikrar, ingatlah selalu pepatah bijak ini. Nikmati kebahagiaan itu sepenuhnya, namun biarkan janji itu berlabuh setelah badai euforia mereda, sehingga saat terucap, janji itu benar-benar kokoh dan dapat dipertanggungjawabkan.