Memahami Ragam Jenis Bahasa Isyarat di Dunia

Ilustrasi Komunikasi Tangan dan Ekspresi Wajah Interaksi Visual

Bahasa isyarat seringkali disalahpahami sebagai bahasa universal. Kenyataannya, sama seperti bahasa lisan, bahasa isyarat sangat beragam dan terikat secara geografis dan budaya. Setiap negara, bahkan wilayah tertentu, memiliki bahasa isyarat yang unik. Memahami jenis bahasa isyarat bukan hanya tentang mempelajari gerakan tangan, tetapi juga melibatkan mimik wajah, gerakan bibir (mouth patterns), dan postur tubuh sebagai komponen tata bahasa yang krusial.

Mengapa Ada Banyak Bahasa Isyarat?

Alasan utama keragaman ini serupa dengan bahasa lisan: isolasi geografis dan perkembangan budaya yang independen. Komunitas Tuli di suatu daerah akan mengembangkan sistem komunikasinya sendiri seiring waktu, yang kemudian diwariskan dari generasi ke generasi melalui pendidikan dan interaksi sosial. Oleh karena itu, seseorang yang menguasai Bahasa Isyarat Amerika (ASL) tidak secara otomatis dapat memahami Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) atau Bahasa Isyarat Inggris (BSL).

Diperkirakan ada ratusan bahasa isyarat yang berbeda digunakan di seluruh dunia. Meskipun ada upaya standardisasi dan globalisasi melalui teknologi, perbedaan inti dalam kosa kata dan sintaksis tetap menjadi ciri khas utama.

Jenis Bahasa Isyarat Utama Berdasarkan Wilayah

Meskipun daftarnya sangat panjang, beberapa bahasa isyarat telah diakui dan dipelajari secara luas. Mengenal jenis-jenis ini membantu kita menghargai kekayaan linguistik komunitas Tuli:

Bahasa Isyarat Amerika (American Sign Language / ASL): Bahasa isyarat yang dominan digunakan di Amerika Serikat dan sebagian besar wilayah berbahasa Inggris di Kanada. ASL memiliki akar yang kuat dari Bahasa Isyarat Prancis (LSF), yang dibawa ke Amerika pada awal abad ke-19.
Bahasa Isyarat Inggris (British Sign Language / BSL): Berbeda signifikan dari ASL, BSL digunakan di Britania Raya. Ini seringkali menjadi contoh klasik bagaimana bahasa isyarat yang berasal dari negara yang berbahasa lisan sama (Inggris) bisa sangat berbeda satu sama lain.
Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO): Sistem isyarat yang berkembang secara alami di Indonesia. Penting untuk dicatat bahwa BISINDO berbeda dengan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI), yang merupakan bahasa isyarat buatan yang diciptakan untuk memfasilitasi pendidikan formal dengan menyelaraskan isyarat dengan tata bahasa lisan Bahasa Indonesia.
Bahasa Isyarat Prancis (Langue des Signes Française / LSF): Salah satu bahasa isyarat tertua yang terdokumentasi di Eropa dan menjadi "induk" bagi banyak bahasa isyarat lain di dunia, termasuk ASL.
Bahasa Isyarat Jepang (Nihon Shuwa / JSL): Memiliki karakteristik linguistik yang sangat berbeda dari bahasa isyarat Barat, mencerminkan struktur tata bahasa Jepang lisan.

Sistem Isyarat Buatan vs. Bahasa Isyarat Alami

Selain bahasa isyarat alami yang berkembang secara organik dalam komunitas Tuli, terdapat juga sistem isyarat buatan (man-made signing systems). Perbedaan mendasar terletak pada asal usul dan tujuan penggunaannya:

1. Bahasa Isyarat Alami (Natural Sign Languages)

Ini adalah bahasa sejati, lengkap dengan tata bahasa, sintaksis, morfologi, dan sejarah evolusi komunitas penuturnya. Contohnya adalah ASL, BSL, dan BISINDO. Bahasa alami ini adalah medium komunikasi utama dalam kehidupan sehari-hari komunitas Tuli.

2. Sistem Isyarat Buatan (Man-Made Systems)

Sistem ini dibuat secara sadar untuk tujuan spesifik, biasanya untuk tujuan pendidikan atau penerjemahan. Tujuannya adalah untuk memetakan struktur tata bahasa dari bahasa lisan (misalnya, Bahasa Indonesia) ke dalam isyarat. Contoh utamanya adalah SIBI di Indonesia atau Signed Exact English (SEE) di AS. Walaupun berguna dalam konteks akademik tertentu, sistem buatan ini seringkali tidak memiliki kekayaan ekspresif dan kompleksitas tata bahasa seperti bahasa isyarat alami.

Kesimpulannya, dunia bahasa isyarat adalah dunia yang luas dan kaya. Setiap isyarat yang dilakukan memiliki konteks historis dan budaya. Mengakui bahwa terdapat berbagai jenis bahasa isyarat adalah langkah pertama menuju inklusivitas dan pemahaman yang lebih baik terhadap komunitas Tuli global.