Istilah gas minyak cair (sering disingkat sebagai GPL atau LPG dalam bahasa Inggris) merujuk pada campuran hidrokarbon yang disimpan dalam bentuk cair di bawah tekanan. Komponen utama dari gas minyak cair ini umumnya adalah propana ($\text{C}_3\text{H}_8$) dan butana ($\text{C}_4\text{H}_{10}$), atau kombinasinya. Transisi fase dari gas menjadi cair, yang dimungkinkan melalui peningkatan tekanan, adalah kunci utama mengapa bahan bakar ini sangat efisien untuk transportasi dan penyimpanan.
Pada suhu dan tekanan normal di atmosfer, propana dan butana berada dalam fase gas. Namun, dengan tekanan moderat, molekul-molekul ini dapat dipaksa untuk saling mendekat dan membentuk fase cair. Keunggulan utama dari kondisi cair ini adalah densitas energi yang jauh lebih tinggi. Artinya, volume yang sama dalam bentuk cair menyimpan energi panas yang jauh lebih besar dibandingkan jika ia tetap dalam fase gas. Inilah sebabnya tangki gas minyak cair—mulai dari tabung elpiji rumah tangga hingga tangki industri—memungkinkan penyimpanan energi dalam jumlah besar di ruang yang relatif kecil.
Di Indonesia, penggunaan gas minyak cair sangat dominan, terutama dalam sektor rumah tangga (dikenal sebagai LPG atau sering disebut gas melon/gas tabung). Namun, aplikasinya tidak berhenti di dapur. Industri otomotif mulai mengadopsinya sebagai Bahan Bakar Gas (BBG) karena pembakarannya yang cenderung lebih bersih dibandingkan bensin atau solar konvensional. Sektor industri kecil dan menengah juga sangat bergantung pada pasokan energi yang mudah didistribusikan ini untuk proses pemanasan dan pengolahan.
Meskipun sangat praktis, penanganan gas minyak cair memerlukan perhatian serius terhadap aspek keamanan. Sifat utama yang perlu diwaspadai adalah sifatnya yang mudah terbakar dan lebih berat dari udara. Jika terjadi kebocoran, gas ini cenderung menggantung di area rendah, seperti lantai atau ruang tertutup. Jika konsentrasi gas di udara mencapai batas tertentu dan bertemu sumber api (percikan listrik, puntung rokok, atau panas), ledakan bisa terjadi.
Oleh karena itu, instalasi dan pemeliharaan perangkat yang menggunakan gas minyak cair harus selalu diperiksa secara rutin. Pengguna harus memastikan regulator terpasang dengan kencang, selang tidak retak, dan area penyimpanan selalu memiliki ventilasi yang memadai. Untuk membedakannya dari gas alami yang tidak berbau, propana atau butana komersial sering ditambahkan zat berbau seperti etil merkaptan agar kebocoran dapat terdeteksi melalui indra penciuman manusia.
Di tengah dorongan global menuju energi bersih, peran gas minyak cair sering diperdebatkan. Di satu sisi, ia dianggap sebagai bahan bakar transisi yang lebih bersih daripada batu bara atau minyak mentah karena emisi karbon dioksidanya yang lebih rendah per unit energi yang dilepaskan. Di sisi lain, ia tetap merupakan bahan bakar fosil yang tidak terbarukan.
Pengembangan teknologi kini berfokus pada peningkatan efisiensi penggunaan gas minyak cair, serta penelitian untuk menghasilkan "bio-LPG" yang berasal dari biomassa atau limbah. Selama infrastruktur energi baru belum sepenuhnya matang, gas minyak cair diprediksi akan tetap memegang peranan penting, terutama di daerah yang sulit dijangkau oleh jaringan pipa gas alam. Pemahaman yang baik tentang sifat fisika dan kimiawi bahan bakar ini sangat krusial untuk pemanfaatan yang maksimal dan aman.