Surat At Taubah, yang juga dikenal sebagai Bara’ah (Pelepasan), adalah satu-satunya surat dalam Al-Qur’an yang tidak diawali dengan lafal basmalah ("Bismillahirrahmannirrahim"). Keunikan ini sendiri telah menandakan betapa penting dan seriusnya muatan yang dibawa oleh surat ke-9 ini. Mengenai **fadhilah surat At Taubah**, para ulama sepakat bahwa surat ini menyimpan kedalaman hikmah, hukum, serta janji-janji ilahi yang signifikan bagi umat Islam.
Peringatan dan Ketegasan Hukum
Fadhilah utama dari mempelajari Surat At Taubah adalah memahami konteks historisnya yang sangat berkaitan dengan perjanjian damai antara kaum Muslimin dengan kaum musyrikin. Surat ini turun sebagai penegasan terhadap janji-janji yang dilanggar dan merupakan peringatan keras bagi mereka yang tidak menepati komitmen agama. Dengan mempelajarinya, seorang Muslim akan mendapatkan pemahaman mendalam mengenai prinsip keadilan, ketegasan dalam membela agama, serta pentingnya kejujuran dalam bermuamalah, baik dengan sesama Muslim maupun non-Muslim.
Salah satu keutamaan yang sering disorot adalah ayat-ayat mengenai jihad dan kewajiban membela kebenaran. Surat ini memuat perintah tegas untuk memerangi orang-orang musyrik yang melanggar perjanjian, namun juga memberikan celah bagi mereka yang ingin bertaubat dan mencari perlindungan. Ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan keseimbangan antara ketegasan dalam prinsip dan kasih sayang dalam memberikan kesempatan kedua.
Keteguhan Iman dan Ujian Kesulitan
Surat At Taubah banyak menyinggung peristiwa Perang Tabuk, di mana umat Islam diuji dengan kondisi sulit, cuaca ekstrem, dan godaan untuk berpaling. Membaca dan merenungkan ayat-ayat ini memberikan inspirasi tentang pentingnya keteguhan iman (istiqamah) dalam menghadapi ujian. Keutamaan yang didapat adalah penguatan mental spiritual untuk tidak mudah menyerah saat menghadapi cobaan duniawi.
Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa barangsiapa yang membaca surat ini, ia seolah-olah telah ikut serta dalam peperangan suci dan mendapatkan pahala sebagaimana orang yang berjihad. Meskipun kita hidup di zaman yang berbeda, semangat keteguhan dan ketaatan yang terkandung di dalamnya tetap relevan untuk diterapkan dalam perjuangan melawan hawa nafsu dan kemungkaran sehari-hari.
Pujian Bagi Golongan Mukminin Sejati
Tidak hanya berisi peringatan, At Taubah juga dipenuhi dengan pujian bagi orang-orang yang beriman dengan sungguh-sungguh. Ayat-ayat yang menjelaskan ciri-ciri mukminin sejati—yang rajin beribadah, bersedekah, menjaga kehormatan, dan selalu bertawakal kepada Allah—menjadi pedoman praktis bagi pembacanya. Memahami kriteria ini membantu seorang Muslim mengevaluasi kualitas imannya.
Keutamaan yang didapatkan adalah motivasi intrinsik untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Ketika kita mengetahui deskripsi hamba-hamba Allah yang dicintai-Nya, maka otomatis hati kita akan terdorong untuk meneladani sifat-sifat tersebut. Surat ini berfungsi sebagai cermin spiritual yang memaparkan standar keunggulan moral dan spiritual dalam Islam.
Hikmah di Balik Tiadanya Basmalah
Alasan mengapa Surat At Taubah tidak diawali basmalah adalah salah satu topik pembahasan mendalam mengenai fadhilahnya. Mayoritas ulama berpendapat bahwa Surat At Taubah turun sebagai kelanjutan atau penutup dari Surat Al-Anfal, yang juga membahas tentang perang dan perjanjian. Karena isinya yang sangat tegas mengenai pemutusan hubungan dengan kaum musyrikin, basmalah—yang identik dengan rahmat dan kasih sayang—dianggap kurang sesuai untuk mengawalinya. Hal ini mengajarkan kita bahwa konteks dan penempatan teks suci memiliki hikmah yang mendalam, sekaligus menunjukkan betapa seriusnya penegakan hukum Allah.
Secara keseluruhan, **fadhilah surat At Taubah** melampaui sekadar pahala membaca. Ia adalah pelajaran hidup mengenai keberanian moral, keadilan ilahi, keteguhan iman dalam krisis, dan pemahaman mendalam tentang konsekuensi dari setiap perjanjian dan janji yang kita buat di hadapan Allah SWT.