Pulau Kalimantan, rumah bagi suku Dayak, adalah mozaik budaya dan bahasa yang luar biasa kaya. Suku Dayak, yang sering dikelompokkan menjadi puluhan sub-etnis, menyimpan warisan linguistik yang mengagumkan. Berbeda dengan anggapan umum bahwa hanya ada "satu bahasa Dayak," realitasnya jauh lebih kompleks: bahasa yang digunakan suku Dayak terbagi menjadi ratusan dialek dan bahasa yang berbeda, yang sebagian besar termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia, khususnya cabang Melayu-Sumbawa.
Keragaman ini mencerminkan sejarah migrasi dan isolasi geografis suku-suku Dayak selama ribuan tahun. Beberapa bahasa utama yang dikenal secara luas termasuk Bahasa Dayak Kanayatn, Bahasa Dayak Bakumpai, Bahasa Ngaju (sering dianggap sebagai bahasa lingua franca di beberapa wilayah Kalimantan Tengah), dan Bahasa Kayan. Meskipun memiliki akar yang sama, perbedaan fonetik, tata bahasa, dan kosa kata antar bahasa ini bisa sangat signifikan, terkadang membuat penutur dari satu sub-suku sulit memahami bahasa dari sub-suku lainnya.
Salah satu tantangan terbesar bagi bahasa-bahasa Dayak adalah ancaman kepunahan. Globalisasi, migrasi penduduk, dan dominasi media massa yang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional telah menyebabkan pergeseran bahasa (language shift) di kalangan generasi muda. Banyak anak-anak Dayak kini lebih fasih berbahasa Indonesia daripada bahasa leluhur mereka.
Meskipun demikian, Bahasa Indonesia memiliki peran penting dalam konteks Dayak. Bahasa Melayu, yang kemudian berkembang menjadi Bahasa Indonesia, secara historis telah berfungsi sebagai bahasa pergaulan (lingua franca) antar-suku Dayak yang berbeda. Bahasa Melayu Pasar (atau Melayu Lokal) telah lama berinteraksi dengan bahasa-bahasa Dayak, menghasilkan serapan kata yang signifikan, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan teknologi, perdagangan, dan administrasi modern.
Untuk menghadapi erosi ini, upaya konservasi kini mulai digalakkan. Pemerintah daerah dan komunitas adat bekerja sama untuk mendokumentasikan kosa kata, menyusun kamus, dan yang terpenting, mengintegrasikan bahasa daerah ke dalam kurikulum pendidikan lokal. Bahasa-bahasa seperti Ngaju di Kalimantan Tengah bahkan telah memiliki aksara tradisional (surat amarasi atau surik) yang coba dihidupkan kembali melalui seni dan upacara adat.
Untuk memberikan gambaran nyata mengenai variasi ini, berikut adalah perbandingan beberapa kata dasar. Perhatikan bagaimana perbedaan satu vokal atau konsonan dapat mengubah makna atau identitas bahasa:
| Indonesia | Dayak Ngaju | Dayak Kanayatn |
|---|---|---|
| Aku/Saya | Aka' | Aku |
| Air | Wai | Jah |
| Ya | Buh | Yah |
| Bagus | Hengka | Bagus |
Melindungi bahasa yang digunakan suku Dayak bukan sekadar melestarikan kata-kata, melainkan menjaga keseluruhan sistem pengetahuan, pandangan dunia, dan identitas yang terkandung di dalamnya. Setiap suku Dayak membawa peta budaya unik yang terenkripsi dalam linguistik mereka, menjadikannya harta tak ternilai bagi kekayaan linguistik Indonesia dan dunia.