Bahasa tangan merupakan modalitas visual-spasial yang vital bagi komunitas tuli dan tunarungu di seluruh dunia. Lebih dari sekadar gerakan tangan, bahasa ini adalah sistem linguistik yang kompleks, memiliki tata bahasa, sintaksis, dan kosakata tersendiri yang kaya. Di Indonesia, bahasa tangan yang paling umum dikenal dan digunakan adalah Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO).
Bagi banyak orang, mendengar kata "bahasa isyarat" mungkin hanya membayangkan gerakan tangan yang mengikuti kata-kata dalam bahasa lisan. Namun, hal ini sering kali keliru. Bahasa isyarat adalah bahasa yang berdiri sendiri. Penggunaan isyarat memungkinkan individu yang tidak dapat mendengar atau berbicara melalui pita suara untuk berkomunikasi secara efektif, berinteraksi sosial, dan mengakses informasi layaknya masyarakat pendengar.
Mengapa Bahasa Tangan Penting?
Pentingnya bahasa tangan terletak pada fungsinya sebagai bahasa alami pertama (L1) bagi banyak anak tuli yang lahir dari orang tua tuli, atau sebagai jembatan komunikasi penting bagi mereka yang kehilangan pendengaran di usia dini. Komunikasi yang efektif sangat krusial untuk perkembangan kognitif, pendidikan, dan kesejahteraan emosional seseorang.
Ilustrasi simbolis komunikasi bahasa tangan.
Perbedaan Signifikan: BISINDO vs SIBI
Di Indonesia, terdapat dua sistem isyarat utama yang perlu dipahami. Meskipun keduanya melayani kebutuhan komunikasi komunitas tuli, mereka memiliki asal dan struktur yang berbeda.
BISINDO (Bahasa Isyarat Indonesia)
- Bahasa Alami: BISINDO adalah bahasa yang berkembang secara alami dari komunitas tuli di Indonesia. Struktur gramatikanya unik dan tidak terikat langsung pada tata bahasa Bahasa Indonesia lisan.
- Pengakuan Budaya: Dianggap sebagai bahasa yang paling otentik dan mencerminkan identitas budaya Tuli Indonesia.
- Penggunaan: Umumnya digunakan dalam interaksi sosial sehari-hari di antara anggota komunitas Tuli.
SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia)
- Bahasa Buatan/Kodifikasi: SIBI diciptakan oleh pemerintah untuk membantu komunikasi antara Tuli dan masyarakat pendengar, terutama dalam konteks pendidikan formal.
- Struktur: SIBI cenderung mengikuti struktur tata bahasa Bahasa Indonesia lisan (subjek-predikat-objek) dan menggunakan penanda morfem yang sering kali lebih sulit ditangkap secara visual.
- Penggunaan: Banyak digunakan di sekolah-sekolah luar biasa (SLB) dan dalam materi-materi edukasi formal.
Tiga Komponen Utama Bahasa Isyarat
Setiap isyarat dalam bahasa tangan dibentuk oleh kombinasi dari lima parameter utama (atau kadang disebut Parameter Lima), yang jika diubah sedikit saja, dapat mengubah arti sebuah kata secara drastis. Lima parameter tersebut adalah:
- Bentuk Tangan (Handshape): Bentuk spesifik yang dibentuk oleh jari-jari (misalnya, mengepal, terbuka datar, atau membentuk huruf tertentu).
- Letak/Posisi (Location): Titik di mana isyarat dilakukan, bisa di dahi, dada, lengan, atau ruang netral di depan tubuh.
- Gerakan (Movement): Arah dan jenis gerakan yang dilakukan oleh tangan (melingkar, lurus, bolak-balik).
- Orientasi Telapak Tangan (Palm Orientation): Arah hadap telapak tangan (ke atas, ke bawah, menghadap tubuh).
- Ekspresi Non-Manual (Non-Manual Features): Ini adalah komponen krusial yang meliputi ekspresi wajah, gerakan kepala, dan postur tubuh. Ekspresi wajah sering kali berfungsi sebagai penanda tata bahasa (misalnya, untuk pertanyaan atau negasi).
Memahami bahwa bahasa tangan bukan sekadar gestur, melainkan bahasa yang utuh dan berakar pada identitas budaya, adalah langkah pertama menuju inklusivitas sejati. Dukungan terhadap pembelajaran bahasa isyarat, baik BISINDO maupun SIBI, sangat diperlukan untuk memastikan bahwa hak komunikasi setiap warga negara terpenuhi.