Transisi Linguistik: Menggali Bahasa Sunda ke Bahasa Jawa

Dua Budaya

Ilustrasi Jembatan Komunikasi Dua Bahasa

Indonesia adalah permata multikultural dengan kekayaan bahasa daerah yang luar biasa. Dua bahasa utama yang mendiami Pulau Jawa, yaitu Bahasa Sunda di Jawa Barat dan Bahasa Jawa di Jawa Tengah serta Jawa Timur, seringkali menarik perhatian karena kedekatan geografis dan historisnya. Memahami transisi atau kemiripan antara Bahasa Sunda ke Bahasa Jawa bukan sekadar latihan linguistik, tetapi juga membuka jendela menuju pemahaman budaya yang lebih dalam. Kedua bahasa ini termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia dan memiliki akar yang sama, meskipun perkembangannya telah menciptakan perbedaan signifikan.

Akar Sejarah dan Pemisahan

Secara historis, kedua kelompok etnis ini berbagi wilayah yang pernah menjadi bagian dari kerajaan-kerajaan besar di masa lampau. Namun, seiring berjalannya waktu dan isolasi geografis, Bahasa Sunda berevolusi dengan pengaruh yang berbeda dibandingkan Bahasa Jawa. Bahasa Jawa, khususnya, dikenal dengan sistem tingkatan bahasanya yang kompleks (Ngoko, Krama Madya, Krama Inggil), yang mencerminkan stratifikasi sosial yang kuat. Sementara itu, Bahasa Sunda juga memiliki tingkatan (lemes dan loma), tetapi strukturnya mungkin terasa sedikit lebih sederhana bagi penutur baru jika dibandingkan dengan kompleksitas Krama Jawa.

Bagi seorang penutur asli Sunda yang mencoba mempelajari Bahasa Jawa, tantangan utamanya seringkali terletak pada kosakata inti dan sistem tingkatan sosial bahasa tersebut. Walaupun ada kata yang mirip, pengucapan dan makna spesifik bisa sangat berbeda. Misalnya, kata untuk "saya" atau "kamu" memiliki padanan yang berbeda dan penggunaannya terikat erat oleh konteks kesopanan dalam Bahasa Jawa.

Perbandingan Kosakata Inti

Salah satu cara terbaik untuk memetakan perbandingan bahasa Sunda ke bahasa Jawa adalah melalui perbandingan kosakata sederhana. Meskipun ada banyak perbedaan fonologis (perubahan bunyi), beberapa kata menunjukkan hubungan kekerabatan yang jelas. Proses ini sering melibatkan perubahan vokal atau konsonan tertentu. Misalnya, suara 'a' pada Bahasa Sunda seringkali bergeser menjadi 'o' atau 'u' pada beberapa dialek Jawa, dan sebaliknya.

Berikut adalah tabel perbandingan beberapa kata dasar yang menunjukkan kemiripan dan perbedaan:

Bahasa Indonesia Bahasa Sunda Bahasa Jawa (Ngoko/Umum)
Apa Naon Apa
Bagaimana Kumaha Pripun/Piye
Rumah Imah Omah
Makan Dahar (Lemes) / Makan (Loma) Mangan
Matahari Panonpoé Srengéngé
Pergi Miang Lung / Tindak

Tantangan dalam Penerjemahan

Transisi dari Bahasa Sunda ke Bahasa Jawa tidak selalu berjalan mulus hanya dengan mengganti kata. Aspek gramatika dan sintaksis juga memainkan peran penting. Meskipun pola kalimat dasar (Subjek-Predikat-Objek) umumnya serupa, penggunaan partikel penegas atau akhiran kata kerja dapat sangat bervariasi. Bagi penutur Sunda, memahami kapan harus menggunakan 'ngoko' (kasar/akrab) dan kapan harus beralih ke 'krama' (sopan) dalam Bahasa Jawa adalah kurva pembelajaran tersendiri yang tidak sepenuhnya paralel dengan sistem Sunda.

Beberapa peneliti bahasa bahkan berpendapat bahwa dialek tertentu dalam Bahasa Jawa (misalnya, dialek Banyumasan) memiliki kemiripan yang lebih dekat dengan Bahasa Sunda dibandingkan dialek Jawa Timuran atau Yogyakarta. Variasi dialek di kedua wilayah ini menambah kompleksitas dalam upaya membuat kamus dwibahasa yang komprehensif.

Jembatan Budaya Melalui Bahasa

Meskipun terdapat perbedaan linguistik, mempelajari Bahasa Sunda ke Bahasa Jawa, atau sebaliknya, adalah bentuk penghargaan terhadap keragaman lokal. Kedua bahasa ini adalah penjaga tradisi, sastra lisan, dan filosofi hidup masyarakatnya. Ketika seseorang berhasil menerjemahkan sebuah konsep dari Sunda ke Jawa (misalnya, filosofi "Sangkan Paraning Dumadi" yang bergema di kedua budaya), hal itu memperkuat ikatan historis mereka.

Dalam konteks modern, dengan meningkatnya mobilitas penduduk, dialog antara penutur kedua bahasa ini menjadi semakin sering. Inisiatif untuk mempromosikan literasi dwibahasa di sekolah-sekolah atau melalui media digital sangat penting untuk memastikan bahwa kekayaan linguistik ini tidak hilang, melainkan menjadi jembatan yang saling memperkaya antara Jawa Barat dan Jawa Tengah/Timur. Proses pembelajaran ini membantu kita menyadari bahwa di balik perbedaan suku kata, terdapat narasi kemanusiaan yang sama di Nusantara.